Tak terasa kita
akan kembali berjumpa dengan bulan yang suci, istimewa dan mulia:
Ramadhan. Banyak sekali kejadian penting yang terjadi di bulan ini
sehingga patut menjadi alasan keistimewaan Ramadhan di bandingkan
sebelas bulan yang lain.
Hal terpenting yang harus disebut hubungannya dengan Ramadhan adalah
diturunkannya al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Ada pula momentum penting
lainnya yaitu perang badar dan penaklukan (fathu) Makkah. Keduanya
mempunyai peran luar
biasa dalam perjuangan umat Islam pada masa itu. Keduanya selanjutnya
menjadi titik tolak perkembangan Islam di dunia.
Begitu istimewanya
bulan Ramadhan sehingga Rasulullah saw bersabda:
Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan utama atas segala bulan,
telah datang. maka sambutlah Bualan puasa dengan segala berkahnya telah
datang. Maka muliakanlah. Sungguh amat mulialah tamu kalian ini.
Tidak hanya dalam wacana keIslaman saja Ramadhan menjadi Istimewa. Di Indonesia
Ramadhan bulan bersejarah karena proklamasi kemerdekaan yang jatuh pada
tanggal 17 agustus tahun 1945 bertepatan pula dengan Ramadhan. Lantas
apakah sebenarnya nilai istimewa yang terkandung dalam Ramadhan itu?
Ramadhan adalah bulan ibadah, di mana pahala segala amal
dilipatgandakan bahkan ditetapkan jenis ibadah wajib yang khusus hanya
dilakukan pada bulan itu saja yaitu puasa. Dengan segala ‘fasilitas’ dan
‘motivasi’ yang sedemikian itu, diharapkan umat muslim memanfaatkan
bulan ini sebaik-sebaiknya untuk menyucikan diri hingga putih bersih
‘sebagaimana saat kelahirannya’.
Masalahnya adalah, apakah kita cukup peduli pada keistimewaan
Ramadhan? apakah kita siap mendapatkan fasilitas, dengan berbagai
keistimewaannya? Atuakah Jangan-jangan kita sudah tidak merasa
memerlukan lagi fasilitas itu atau jangan-jangan kita tidak lahi
membutuhkan dan merasa tidak perlu dengan bulan Ramadhan, na’udzubillah mindzalik…
Keistimewaan Ramadhan ini akan sangat terasa jika kita maknai sebaik
mungkin dengan mengisinya dengan bermacam bentuk peribadahan. Sehingga
keistimewaan itu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan kita.
Sebagaimana halnya hari ulang tahun seseorang yang tidak bermakna jika
tidak dimaknai oleh yang bersangkutan. Begitu pula dengan Ramadhan.
Tanpa pemaknaan itu Ramadhan hanya akan menjadi satuan waktu biasa.
Setiap harinya sama tidak istimewanya dengan hari-hari lainnya. Tidak
akan bermakna apa-apa bagi kita selama kita sendiri tiak menempatkan
makna khusus terhadapnya.
Memberikan makna dan nilai untuk bulan Ramadhan, tidak berarti kita
berlebih-lebihan mengisinya di bulan ini saja dan untuk sebelas bulan
selanjutnya kita teledor. Karena aktualisasi makna Ramadhan itu justru
terdapat dalam sebelas bulan lainnya. Ramadhan harus menjadi titik tolak
perjalanan kehidupan muslim di sepanjang tahun selebihnya. Seperti
halnya fathu makkah ataupun perang badar yang menjadi tonggak perjalanan umat Islam di dunia.
Dengan kata lain, nilai optimal
Ramadhan baru bisa kita dapatkan jika kita menempatkan bulan ini
sebagai inspirasi dan momentum untuk mengubah pola pikir dan perilaku
kita. Sudahkan kita memenuhi kewajiban kita atas perintah-perintah-Nya?
Masih pantaskah kita menuntut hak dari-Nya, padahal kita tak selalu
memenuhi kewajiban kita atas-Nya? Atau malahan Allah telah memenuhi hak
kita, namun kita tak pernah menyadarinya! Astagfirullah…
Pada hakikatnya, Allah swt tidak pernah memerlukan kita. Namun kita
harus tahu diri bahwa segala fenomena alam di dunia ini merupakan tanda
dan pelajaran mengenai kekuasaan-Nya. Tidak diciptakan semua makhluk di
dunia ini kecuali untuk mengabdi pada-Nya. Dan segala di dunia menjadi
jalan mengabdi untuk-Nya. Maka, jalan menuju ilahi bagi makhluk sosila
seperti manusia adalah mengabdikan diri dengan cara memperbaiki pola
hubungan kita dengan sesama manusia, lingkungan dan dunia sekitar kita.
Dengan bahasa lain, hubungan transcendental (hablum minallah) antara manusia dan tuhan tak akan lengkap dan sempurna tanpa merangkai hubungan horizontal (hablum minan nas) antar manusia.
Oleh karena itu Ramadhan adalah waktu yang diciptakan oleh Allah
lengkap dengan fasilitas dan kemewahannya untuk dimanfaatkan manusia
sebagai madrasah kehidupan yang melatih dan membelajari poa kehidupan
yang sehat. Sangat saying jika dilewatkan.
Namun, bukankah Ramadhan hanyalah putaran waktu yang akan hadir
kembali pada tahun yang akan datang? ah, siapakah kita ini hingga
seyakin itu akan menemui Ramadhan yang akan datang? bukankah hidup ini
adalah misteri tersbesar umat manusia? Kesempatan tidak akan datang
untuk kedua kalinya!
Disarikan dari Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Umat, Ampel Suci 2003/
*nu.or.id