Jumat, 29 Juni 2012

Mursi akan Dilantik di MK Mesir Besok

Mursi akan Dilantik di MK Mesir Besok

PKSTapos, KAIRO - Presiden terpilih Mesir, Dr Mohammed Mursi, dijadwalkan diambil sumpah di hadapan Mahkamah Konstitusi (MK) di Kairo pada Sabtu (30/6) pagi.

Setelah diambil sumpah, Presiden Mursi akan bergabung dengan masyarakat untuk merayakan pelantikan itu yang resepsinya diadakan secara besar-besaran di Universitas Kairo, media massa setempat melaporkan, Jumat (29/6).

Menurut kantor berita Mesir, MENA, Kepala Negara akan menyampaikan pidato pertama kepada rakyat di Universitas Kairo seusai upacara pengambilan sumpah.

Ihwal penetapan pelantikan presiden ini terpuruk dilema dan menjadi isu politik hangat diperbincangkan pasca pemilihan presiden. Dilematis itu terfokus pada tarik menarik menyangkut pelantikan presiden, apakah akan diadakan di parlemen atau di Mahkamah Konstitusi (MK).

Di satu pihak, Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) yang berkuasa menjadwalkan pelantikan di MK, dan di pihak lain, Ikhwanul Muslimin didukung kelompok pro reformasi bersikeras agar pelantikan diadakan di parlemen.

Parlemen sendiri telah dibubarkan menjelang pemilihan presiden tahap akhir lewat keputusan kontroversial MK yang ditolak Ikhwanul Muslimin dan sejumlah elemen pro reformasi.
MK dalam keputusannya menyatakan bahwa pembentukan parlemen itu berdasarkan undang-undang politik yang beberapa pasalnya bertentangan dengan konstitusi.

Ikhwanul Muslimin dan berbagai kelompok pro reformasi menolak keras dan menilai keputusan MK politis untuk menghambat Ikhwanul Muslimin yang memenangkan Pemilu Legislatif pada akhir tahun lalu.
Penolakan itu diwujudkan dengan pendudukan pro reformasi terhadap Bundaran Tahrir, ikon revolusi Mesir di pusat kota Kairo sejak pekan lalu.

Pada Jumat (29/6) demo sejuta umat kembali di gelar di Bundaran Tahrir untuk menolak pembubaran parlemen hasil pemilu legislatif yang dimenangkan Ikhwanul Muslimin tersebut.

Saat berita ini dikirim pada Jumat menjelang siang, ribuan masyarakat setempat mulai tampak berbondong-bondong ke Bunadaran Tahrir untuk bergabung dalam demo sejuta umat. Presiden Mursi dan petinggi pelopor revolusi dikabarkan akan hadir dalam demo sejuta umat tersebut.


Riwayat Hidup Kandidat Nomor 4: Hidayat-Didik: Dari Kampus ke Politik

In it to win it: Hidayat Nur Wahid (right) and running mate Didik Junaidi Rachbini pose for the media after registering their candidacy with the Jakarta Elections Commission in March. JP/P.J. Leo

Muhammad Hidayat Nur Wahid dan Didik Junaidi Rachbini, yang kariernya telah berevolusi dari akademisi untuk politik, kini mengejar posisi teratas Jakarta sebagai gubernur dan wakil gubernur.

Hidayat, 52, bukan tokoh baru, ia telah didukung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk beberapa posisi politik atas. Pada tahun 2004, namanya diajukan untuk menjadi calon presiden yang kuat, menantang Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi pihak akhirnya menarik dukungan dan bergabung dengan pihak lain untuk mempromosikan Amien Rais, yang kemudian kalah dari Yudhoyono.

Dalam survei terbaru oleh National Lembaga Survei (LSN), namanya muncul kembali sebagai calon presiden potensial didukung oleh 4,6 persen responden.

Sekarang bahwa Jakarta sedang mencari gubernur baru, PKS dipastikan bahwa Hidayat, dengan reputasi yang bersih, memiliki peluang bagus untuk memenangkan pemilihan gubernur mendatang pada 11 Juli.

Dalam pemilihan gubernur sebelumnya pada tahun 2007, PKS, dengan polisi (purnawirawan) Adang Daradjatun sebagai kandidat, yang hilang dengan hanya 5 persen menjadi koalisi dari 21 partai politik lain yang mendukung Gubernur Fauzi Bowo menjabat.

Hidayat telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di kalangan akademisi, yang mengkhususkan diri dalam studi Islam. Setelah lulus dari sekolah pesantren Gontor di Jawa Timur dan kuliah di Universitas Islam Sunan Kalijaga di Yogyakarta, ia menghabiskan 13 tahun di Madinah di mana ia memperoleh gelar Doktor dari Universitas Islam Madinah.

Dia memasuki dunia politik ketika ia dan beberapa rekan membentuk Partai Keadilan (PK) pada tahun 1998. Namun, ketika PK tidak memenuhi electoral threshold, itu berganti nama dan menjadi sebuah partai politik baru, PKS, pada tahun 2002.

Sementara Hidayat memimpin PKS sebagai presiden, partai berhasil memperoleh suara 600 persen lebih pada pemilu 2004, sehingga meningkatkan porsi suara untuk 7,43 persen dari 1,5 persen pada 1999.

Masyarakat memujinya sebagai politisi sederhana dan murah hati yang tidak pernah mengambil posisi politik ganda. Dia segera mengundurkan diri posisi pemimpin PKS ketika ia terpilih sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2004.

Selama masa jabatannya, Hidayat diterima pada tahun 2009 sebuah Bintang Republik Indonesia Adipradana medali untuk layanan bangsa. Sebagai pemimpin perakitan, ia menolak untuk memanfaatkan keuntungan negara, seperti mobil Volvo, laptop mahal dan high-end budget hotel. Dia juga menolak menerima sebuah cincin peringatan senilai Rp 5 miliar (US $ 530,000), dan menyelamatkan anggaran operasional MPR sebesar 22 persen untuk lagu Rp 59,7 miliar.

Tidak seperti Hidayat, yang sudah terkenal di tingkat nasional, Didik jarang muncul dalam berita sebelum pencalonannya sebagai kandidat wakil gubernur. Didik, yang lebih dikenal sebagai ekonom, digunakan untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Namun, dalam pemilihan gubernur, Didik, 51, diminta secara pribadi oleh PKS untuk mendampingi Hidayat, sementara PAN menawarkan dukungan untuk Fauzi Bowo. PKS dianggap sebagai memiliki kemampuan Didik baik makro dan ekonomi mikro untuk membantu menyelesaikan masalah Jakarta.

Simliar Hidayat, Didik juga menghabiskan sebagian besar hidupnya di dunia akademis, bekerja sebagai dosen dan peneliti di berbagai perguruan tinggi.

Sebagai dosen, Didik aktif menulis buku dan publikasi lainnya tentang ekonomi dan politik. Dia juga pernah bekerja sebagai peneliti di Institut Studi Ekonomi dan Sosial dan Pembangunan (LP3ES), sebuah LSM penerbitan dan penelitian yang mengkhususkan diri dalam politik dan ekonomi sosial.

Didik yang lahir di Pamekasan, Madura, terlibat dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai anggota ahli. Pada tahun 1998, Didik menjadi anggota MPR sebagai wakil kelompok. Pada tahun 1999, Asosiasi mantan Mahasiswa Islam (HMI) aktivis bergabung PAN, yang menyebabkan dia menjadi anggota DPR
pada tahun 2004.

Meskipun kedua Hidayat dan Didik berasal dari latar belakang Islam yang kuat, hukum Syariah tidak termasuk sebagai bagian dari visi dan misi, meskipun mereka memprioritaskan moralitas sebagai aspek penting untuk pengembangan kota. (Cor)

Muhammad Hidayat Nur Wahid

• Tempat dan Tanggal Lahir: Klaten, Jawa Tengah, April 8, 1960

• Sekarang Pekerjaan: Dewan Perwakilan anggota

• Alamat: Jl. Widya Chandra IV/16, Jakarta

Pendidikan:
• Gontor modern Pondok Pesantren, Jawa Timur (1978)
• Negara Institut Studi Islam Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1979)
• Universitas Islam Madinah, Arab Saudi - Sarjana (1983), gelar master (1987), doktor (1992)

Karir:
• Dosen di Universitas Muhammadyah Jakarta, dan Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
• Ketua Institut Pesantren Layanan dan Studi Islam (LP2SI) Al-Haramain
• Editorial Dewan ma'rifah jurnal
• Ketua Forum Indonesia Khotbah
• Presiden Partai Keadilan Sejahtera dan (2003-2004)
• Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) (2004-2009)
• Rakyat Majelis Permusyawaratan Anggota (2009-2014)

Keluarga:
• Istri: Diana Abbas Thalib
• Anak: Dzil Izzati Inayatu, Ruzaina, Alla Khairi, dan Hubaib Shidiqi Nizar Muhammad

Didik Junaidi Rachbini

• Tempat dan Tanggal Lahir: Pamekasan, Madura, 2 September 1960

• Sekarang Pekerjaan: Dosen di Universitas Indonesia (UI)

• Alamat: Pesona Depok G-10, Depok, Jawa Barat.

Pendidikan:
• Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat (1983)
• Central Luzon State University, Filipina (1988)
• Central Luzon State University, Filipina (1991)

Karir:
• Dosen di Institut Pertanian Bogor (1983-1985)
• Wakil Direktur LP3ES 1991-1992
• Konsultan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) (1990-1991)
• Dosen pada program pascasarjana di UI dan Universitas Mercu Buana (1993 -)
• Dekan ekonomi fakultas di Universitas Mercu Buana (1995-1997)
• Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) anggota (1998)
• anggota DPR (2004-2009)
• Ketua Penelitian Ekonomi Indonesia Chamber Commerce itu, Studi dan Pengembangan Pusat (2011 -)

Keluarga:
• Istri: Yuli Retnani
• Anak-anak: Eisha Maghfiruha Rachbini, Fitri Nurinsani Rachbini dan Imam Maulana Rachbini

*diterjemahkan dengan google translate dari thejakartapost.com

Candidate resumes 4: Hidayat-Didik: From campus to campaign

In it to win it: Hidayat Nur Wahid (right) and running mate Didik Junaidi Rachbini pose for the media after registering their candidacy with the Jakarta Elections Commission in March. JP/P.J. Leo

Muhammad Hidayat Nur Wahid and Didik Junaidi Rachbini, whose careers have evolved from academia to politics, are now pursuing Jakarta’s top positions as governor and deputy governor.

Hidayat, 52, is not a new figure; he has been endorsed by the Prosperous Justice Party (PKS) for several top political positions. In 2004, his name was put forward to be a strong presidential candidate, challenging Susilo Bambang Yudhoyono. But the party finally withdrew its support and joined with other parties to promote Amien Rais, who later lost to Yudhoyono.

In a recent survey by the National Survey Institute (LSN), his name came up again as a potential presidential candidate supported by 4.6 percent of respondents.

Now that Jakarta is looking for a new governor, the PKS is certain that Hidayat, with his clean reputation, has a good chance of winning the upcoming gubernatorial election on July 11.

In the previous gubernatorial election in 2007, the PKS, with police Gen. (ret.) Adang Daradjatun as a candidate, lost by only 5 percent to a coalition of 21 other political parties that endorsed incumbent Governor Fauzi Bowo.

Hidayat has spent most of his life in academic circles, specializing in Islamic studies. After graduating from the Gontor Islamic boarding school in East Java and studying at the Sunan Kalijaga Islamic University in Yogyakarta, he spent 13 years in Medina where he earned doctoral degree from the Islamic University of Madinah.

He entered politics when he and a few colleagues formed the Justice Party (PK) in 1998. However, when the PK did not meet the electoral threshold, it changed its name and became a new political party, the PKS, in 2002.

While Hidayat led the PKS as president, the party successfully gained 600 percent more votes in the 2004 election, thereby increasing the portion of its votes to 7.43 percent from 1.5 percent in 1999.

The public praised him as a modest and generous politician who never adopted double political positions. He straightway resigned the position of PKS leader when he was chosen as chairman of the People’s Consultative Assembly (MPR) in 2004.

During his tenure, Hidayat received in 2009 a Bintang Republik Indonesia Adipradana medal for his service to the nation. As an assembly leader, he refused to utilize state benefits, like the Volvo car, expensive laptop and high-end hotel budget. He also refused to accept a memorial ring worth Rp 5 billion (US$530.000), and saved the MPR’s operational budget by 22 percent to the tune of Rp 59.7 billion.

Unlike Hidayat, who is already well-known at the national level, Didik rarely appeared in the news before his nomination as a deputy governor candidate. Didik, who is better known as an economist, used to be a House of Representatives member from the National Mandate Party (PAN).

However, in this gubernatorial election, Didik, 51, was asked personally by the PKS to accompany Hidayat, while PAN offered its support to Fauzi Bowo. The PKS considered Didik as having abilities in both macro- and microeconomics to help solve Jakarta’s problems.

Simliar to Hidayat, Didik also spent most of his life in the academic world, working as a lecturer and researcher at various universities.

As a lecturer, Didik actively wrote books and other publications on economics and politics. He also used to work as a researcher at the Institute of Economic and Social Studies and Development (LP3ES), a publishing and research NGO specializing in politics and social economics.

Didik, who was born in Pamekasan, Madura, is involved with the Association of Indonesian Muslim Intellectuals (ICMI) as an expert member. In 1998, Didik became a member of the MPR as a group representative. In 1999, the former Association of Islamic Students (HMI) activist joined PAN, which led to him becoming a House member
in 2004.

Although both Hidayat and Didik come from strong Islamic backgrounds, Sharia law is not included as part of their vision and mission, although they do prioritize morality as an important aspect for the city’s development. (cor)
Muhammad Hidayat Nur Wahid

Place and Date of Birth: Klaten, Central Java, April 8, 1960

Current Occupation: House of Representative member

Address: Jl. Widya Chandra IV/16, Jakarta

Education:
• Gontor Modern Islamic Boarding School, East Java (1978)
• State Institute of Islamic Studies Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1979)
• Islamic University of Madinah, Saudi Arabia — Bachelor’s Degree (1983), master’s degree (1987), doctorate (1992)

Career:
• Lecturer at Jakarta’s Muhammadyah University, and the State Institute of Islamic Studies Syarif Hidayatullah,
• Chairman of the Institute of Pesantren Services and Islamic Studies (LP2SI) al-Haramain
• Editorial Board of Ma’rifah journal
• Chairman of Indonesia Preaching Forum
• President of the Prosperous and Justice Party (2003-2004)
• Chairman of the People’s Consultative Assembly (MPR) (2004-2009)
• People’s Consultative Assembly member (2009-2014)

Family:• Wife: Diana Abbas Thalib
• Children: Inayatu Dzil Izzati, Ruzaina, Alla Khairi, Hubaib Shidiqi and Nizar Muhammad

Didik Junaidi Rachbini
Place and Date of Birth: Pamekasan, Madura, Sept. 2, 1960

Current Occupation: Lecturer at the University of Indonesia (UI)

Address: Pesona Depok G-10, Depok, West Java.

Education:
• Bogor Institute of Agriculture (IPB), West Java (1983)
• Central Luzon State University, the Philippines (1988)
• Central Luzon State University, the Philippines (1991)

Career:
• Lecturer at the Bogor Institute of Agriculture (1983-1985)
• Deputy director of LP3ES 1991-1992
• Consultant for the Food and Agriculture Organization (FAO) (1990-1991)
• Lecturer in graduate program at UI and Mercu Buana University (1993- )
• Dean of economics faculty at Mercu Buana University (1995-1997)
• People’s Consultative Assembly (MPR) member (1998)
• House of Representatives member (2004-2009)
• Chairman of the Indonesia Commerce Chamber’s Economic Study, Research and Development Center (2011- )

Family:
Wife: Yuli Retnani
Children: Eisha Maghfiruha Rachbini, Fitri Nurinsani Rachbini and Imam Maulana Rachbini


Kamis, 28 Juni 2012

Triwisaksana: Tanda-tanda Kemenangan Hidayat-Didik Semakin Jelas


PKSTapos, Jakarta - Aroma kemenangan mulai mengarah pada pasangan calon gubernur Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini. Semangat itu dirasakan dengan gegap gempitanya kampanye hari ketiga pasangan nomor urut 4 tersebut di Jakarta Utara.

Sekitar 5.000 warga dari berbagai kalangan memadati Gelanggang Remaja Jakarta Utara (GRJU) untuk mendengarkan kampanye Hidayat-Didik, Rabu (27/6/2012). Mereka datang berbondong-bondong dari seluruh kecamatan di Jakarta Utara, di antaranya Koja, Cilincing, Tanjung Priok, Pademangan, Kelapa Gading dan Penjaringan.

Sejak pagi, Hidayat menemui warga Jakarta Utara di kecamatan Koja dan Tanjung Priok, berdialog dengan pedagang di Pasar Sindang dan Pasar Kaget, dan menghadiri Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok. Sambutan masyarakat sepanjang perjalanan itu pun tak kalah meriah dengan antusiasme warga yang mendatangi GRJU. Rangkaian kegiatan itu berpuncak pada rapat akbar masyarakat pendukung Hidayat-Didik di GRJU pukul 13.00 WIB.

Mantan ketua MPR tersebut datang ke GRJU di Jalan Yos Sudarso dengan menggunakan delman. Sambutan meriah kader PKS, simpatisan dan masyarakat umum dari berbagai kalangan terlihat saat pasangan Hidayat-Didik tiba di lokasi.

Hidayat dan Didik disambut tari Ondel-ondel Betawi yang diiringi petasan, simbol kemeriahan budaya masyarakat betawi. Seperti pada kampanye sebelumnya, ratusan suporter Jakmania terlihat di antara ribuan warga yang hadir, menambah keberagaman dukungan bagi pasangan Hidayat-Didik. Dengan menggunakan berbagai atribut Hidayat-Didik, mereka menyanyikan lagu-lagu dukungan untuk Hidayat-Didik.

Menanggapi besarnya semangat pendukung yang hadir, Ketua Tim Pemenangan Hidayat-Didik, Triwisaksana mengungkapkan bahwa hal tersebut menjadi tanda-tanda kemenangan.

"Insya Allah, dengan apa yang kita saksikan hari ini menjadi tanda awal menuju kemenangan kita," ungkap Wakil Ketua DPRD Jakarta tersebut.

"Dengan modal dukungan PKS sebagai partai terbesar di Jakarta dan ditambah dengan dukungan warga PAN, jelas kita memiliki harapan besar untuk menang," pungkas Sani.



Tolak Tegas Kampanye Kondom, Inilah Saran PKS untuk Menkes

 

PKSTapos, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tegas menolak kampanye kondom yang direncanakan Menteri Kesehatan (Menkes). Hal itu disampaikan dalam rapat kerja DPR dengan Menkes, Senin (25/6) kemarin.

"Dengan tegas kami menolak kampanye pemerintah untuk meningkatkan penggunaan kondom pada remaja dan masyarakat di Indonesia. Justru yang perlu ditingkatkan adalah sosialisasi dari dampak seks bebas," ujar anggota Komisi IX DPR, Herlini Amran.

Lebih jauh, aleg PKS dari dapil Kepualuan Riau itu menegaskan bahwa tantangan kerja Kemenkes terkait permasalahan kesehatan di Indonesia tidaklah ringan. Kemenkes perlu melakukan terobosan 'briliant' untuk menjawab masalah kelangkaan dan distribusi tenaga kesehatan di berbagai daerah, terutama DTPK, merespon kasus-kasus gizi buruk yang masih saja bermunculan di lokasi yang berbatasan langsung dengan ibu kota hingga pelosok, menyiapkan fasilitas dan tenaga kesehatan guna merealisasikan hajatan besar bangsa, yakni BPJS Kesehatan 2014.

"Menkes juga harus melakukan langkah-langkah berani untuk mengontrol penggunaan anggaran kementerian, agar lebih tepat sasaran dan laporannya tidak lagi-lagi berstatus disclaimer. Ini penting sekali," tambah Herlini.

Sementara itu, Rieke Diah Pitaloka menilai isu kondom telah menutupi kebocoran anggaran di Kemenkes.

"Tapi saya akui isu kondom itu berhasil menutupi kebocoran anggaran vaksin flu burung. Jadi ini dibungkus langsung oleh kondom. Kok bisa mengimport vaksin yang kemudian kedaluwarsa dalam jumlah miliaran?" kata anggota komisi IX DPR dari fraksi PDIP itu.