PKSTapos__ [JAKARTA] Hampir satu dekade berdiri, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) belum menyentuh persoalan pemberantasan korupsi yang sistemik.
Karena itu, sudah saatnya semua pihak melakukan evaluasi terhadap lembaga ad hoc ini, mengevaluasi atas kerja yang selama ini hanya mendapat tepukan tangan publik.
Hal itu dikemukakan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Fahri Hamzah saat meluncurkan bukunya berjudul “Demokrasi, Transisi, Korupsi” di Press Room DPR RI, Jakarta, Selasa (15/5).
“Buku ini saya tulis sebagai pertanggungawaban atas kehebohan yang timbul beberapa bulan lalu, ketika saya melontarkan ide pembubaran KPK. Mari kita bubarkan KPK yang tanpa prestasi signifikaan, namun mari kita jaga KPK yang mau belajar dari kesalahan dan melakukan evaluasi diri secara institusional,” kata Fahri.
Dalam buku yang keempatnya sejak menjadi anggota DPR ini, Fahri menawarkan solusi pendekatan sistemik dalam pemberantasan korupsi.
Menurutnya, jangan pandang remeh aspek pencegahan dari pemberantasan korupsi. “Efek jera yang diharapkan dari penangkapan dan pemberitaan di media massa, nyatanya semu belaka. Karena itu, pencegahan mesti dilihat secara lebih luas, tidak semata sosialisasi dan kampanye belaka,” katanya.
Fahri pun mengajak KPK menelisik lebih cermat segenap peraturan perundang-undangan terkait korupsi yang berlaku. “Hilangkan wilayah abu-abu. Minimumkan kemungkinan diskresi, tutup peluang negosiasi dan penyelesaian di bawah meja dan libatkan seluruh elemen masyarakat. Itu yang menjadi inti dari buku ini,” katanya.
Ditambahkannya, kerja sistemik untuk mencegah korupsi kerap bersumber dari peraturan perundang-undangan yang jelas dan membutuhkan orkestrasi dalam skala nasional.
“Kita berharap KPK menjadi dirigen perhelatan besar ini. Ajak Presiden, yang dalam kampanyenya akan memimpin langsung pemberantasan korupsi, perkuat dan libatkan institusi kepolisian dan kejaksaan. Jika tidak, waktu dan tenaga nasional akan habis untuk bertepuk tangan melihat orang-orang digiring masuk ke bui,” katanya.
Karena itu, sudah saatnya semua pihak melakukan evaluasi terhadap lembaga ad hoc ini, mengevaluasi atas kerja yang selama ini hanya mendapat tepukan tangan publik.
Hal itu dikemukakan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Fahri Hamzah saat meluncurkan bukunya berjudul “Demokrasi, Transisi, Korupsi” di Press Room DPR RI, Jakarta, Selasa (15/5).
“Buku ini saya tulis sebagai pertanggungawaban atas kehebohan yang timbul beberapa bulan lalu, ketika saya melontarkan ide pembubaran KPK. Mari kita bubarkan KPK yang tanpa prestasi signifikaan, namun mari kita jaga KPK yang mau belajar dari kesalahan dan melakukan evaluasi diri secara institusional,” kata Fahri.
Dalam buku yang keempatnya sejak menjadi anggota DPR ini, Fahri menawarkan solusi pendekatan sistemik dalam pemberantasan korupsi.
Menurutnya, jangan pandang remeh aspek pencegahan dari pemberantasan korupsi. “Efek jera yang diharapkan dari penangkapan dan pemberitaan di media massa, nyatanya semu belaka. Karena itu, pencegahan mesti dilihat secara lebih luas, tidak semata sosialisasi dan kampanye belaka,” katanya.
Fahri pun mengajak KPK menelisik lebih cermat segenap peraturan perundang-undangan terkait korupsi yang berlaku. “Hilangkan wilayah abu-abu. Minimumkan kemungkinan diskresi, tutup peluang negosiasi dan penyelesaian di bawah meja dan libatkan seluruh elemen masyarakat. Itu yang menjadi inti dari buku ini,” katanya.
Ditambahkannya, kerja sistemik untuk mencegah korupsi kerap bersumber dari peraturan perundang-undangan yang jelas dan membutuhkan orkestrasi dalam skala nasional.
“Kita berharap KPK menjadi dirigen perhelatan besar ini. Ajak Presiden, yang dalam kampanyenya akan memimpin langsung pemberantasan korupsi, perkuat dan libatkan institusi kepolisian dan kejaksaan. Jika tidak, waktu dan tenaga nasional akan habis untuk bertepuk tangan melihat orang-orang digiring masuk ke bui,” katanya.
*suarapembaruan 15/05/201