Senin, 16 April 2012

Tafsir Surat Al-Buruuj (bagian ke-2)

Langit dengan Gugusan Bintangnya, Hari yang Dijanjikan, dan Yang Menyaksikan dan Yang Disaksikan

وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ﴿١﴾وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ﴿٢﴾وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ﴿٣﴾


dakwatuna.com – “Demi langit yang mempunyai gugusan bintang hari yang dijanjikan, serta yang menyaksikan dan yang di­saksikan.” (QS. al-Buruuj: 1-3)

Surah ini sebelum membicarakan peristiwa ukhdud dimulai dengan sumpah ini, yakni dengan langit yang mempunyai gugusan bintang, yang mungkin ia adalah gugusan bintang yang sangat besar. Ia seakan-akan semua gugusan bintang langit yang besar, yakni bangunannya yang kokoh, sebagai­mana firman Allah,

وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ﴿٤٧﴾

‘Langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.(QS. adz­-Dzaariyaat: 47)

أَأَنتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ ۚ بَنَاهَا﴿٢٧﴾

‘Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya. (QS. an-Naazi’aat: 27)

Mungkin yang dimaksud adalah manzilah-man­zilah tempat beralihnya bintang-bintang itu di tengah­-tengah peredarannya. Manzilah-manzilah yang me­rupakan medannya yang tidak akan melampauinya di dalam peredarannya di langit. Isyarat ini menunjukkan betapa besarnya benda-benda itu. Inilah bayangan yang hendak disampaikan dalam nuansa itu.

“…Dan hari yang dijanjikan …,” yaitu hari keputus­an mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia dan perhitungan yang jernih tentang dunia dengan segala isinya. Ini adalah hari yang dijanjikan Allah akan kedatangannya, dijanjikan hisab dan pem­balasan padanya, dan dikesampingkan semua orang yang membantah dan menentang. Ini adalah hari besar yang akan dilihat oleh semua makhluk dan dinantikannya, untuk mengetahui bagaimana kembali­nya dan pertanggungjawaban semua urusan.

“…Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan….

Pada hari ketika ditampakkannya semua aurat per­buatan dan digelarnya semua makhluk. Sehingga, masing-masing tersaksikan dan semuanya me­nyaksikan. Diketahuilah setiap sesuatu dan terungkapkan. Tidak ada seorang pun yang dapat me­nutup sesuatu dari hati dan mata.­

Bertemulah langit yang mempunyai gugusan bintang dengan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Semuanya bertemu di bawah bayang-bayang perhatian dan perhelatan serta perkumpulan besar dalam suasana digelarnya peristiwa ukhdud setelah itu. Paparan ini juga me­ngesankan keluasan lapangan yang menyeluruh yang di situlah digelar peristiwa ini, ditimbang hakikatnya, dan dijernihkan perhitungannya. Lapangan (hari yang dijanjikan/akhirat) ini lebih lugas daripada lapangan bumi, dan lebih jauh jangkauannya dari­ pada kehidupan dunia dan waktunya yang terbatas.

قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ﴿٤﴾النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ﴿٥﴾إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ﴿٦﴾وَهُمْ عَلَىٰ مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ﴿٧﴾وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَن يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ﴿٨﴾الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ﴿٩﴾


”Menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang­-orang yang beriman. Mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha perkasa lagi Maha Ter­puji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. a1-Buruuj: 4-9)

Isyarat kepada peristiwa ini dimulai dengan me­ngumumkan pelaknatan terhadap ashhabul-ukhdud ‘ orang-orang yang membuat parit berapi’, ‘Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit” Ini adalah perkataan yang menunjukkan kemurkaan Allah ter­hadap perbuatan itu dan pelakunya. Kalimat ini juga menunjukkan buruknya dosa yang membangkitkan kemarahan, kemurkaan, dan ancaman Tuhan Yang Maha Penyantun untuk membinasakan para pelakunya.

Kemudian, datanglah penafsiran tentang ukhdud ‘parit’ ini, yaitu, “Yang berapi (yang dinyalakan dengan) kayu bakar.” Sedangkan, ukhdud berarti galian di dalam tanah. Para pelakunya memang telah meng­galinya dan menyalakan api di dalamnya, sehingga lubang atau parit itu penuh dengan api. Oleh karena itu, api inilah yang menjadi badal (pengganti) di dalam pernyataan tentang ukhdud itu, untuk menun­jukkan bergejolak dan nyala api di dalamnya. Binasa dan terlaknatlah para pembuat parit. Mereka memang layak mendapatkan kemurkaan dan ke­bencian seperti ini. Karena, mereka telah melakukan tindakan dosa sedemikian rupa dan tak henti-henti­nya melakukan kejahatan itu,

“…Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedangkan, mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman….

Ini adalah kalimat yang melukiskan sikap dan pemandangan mereka, yakni ketika mereka me­nyalakan api dan melemparkan orang-orang beriman baik laki-laki maupun wanita, sedangkan mereka duduk di dekat api yang menjadi tempat penyiksaan yang sangat keji. Mereka menyaksikan perkembangan penyiksaan itu, dan apa yang dilakukan api itu terhadap jasad-jasad tersebut dengan jilatan dan nyalanya. Dengan tindakan itu, seakan-akan mereka menetapkan di dalam perasaannya pemandangan yang sangat buruk dan busuk ini!

Sumber: dakwatuna.com