Selasa, 15 Mei 2012

Ketika Taufiq Kiemas Terkesima Pemikiran Heryawan


Taufiq Kiemas memuji Ahmad Heryawan yang dia nilai memiliki sikap negarawan. Posisi tokoh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pun makin kuat, tak hanya memimpin Jabar, tapi juga nasional.

PKSTapos_ Bandung - Wajah Taufiq Kiemas Datuk Basa Batuah terkesima. Sesekali, dia manggut-manggut. Kadang, suami Megawati Soekarnoputri itu seperti tak bisa menahan kekagumannya mendengar pernyataan lelaki muda yang ada di hadapannya.

Siapakah lelaki yang berpidato di hadapan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI itu? Dia tak lain adalah Ahmad Heryawan. Dia tokoh muda yang baru berusia 46 tahun, lebih muda 23 tahun ketimbang Kiemas. Ketika Kiemas sudah aktif bersama GMNI, Heryawan mungkin masih bocah cilik di kampung kecil di Sukabumi.

Heryawan yang kini Gubernur Jawa Barat mengemukakan tentang posisi dan peta Jabar di tengah Indonesia. Di Hotel Grand Pasundan, Kota Bandung, Selasa (8/5) siang, Heryawan menyebutkan Jabar adalah indikator kemajuan Indonesia.

Dia menyebutkan, penduduk Jabar saat ini mencapai 44,2 juta jiwa. Angka itu berarti seperlima penduduk Indonesia. Dalam konteks NKRI, Heryawan menyatakan potensi yang dimiliki provinsi Jabar dengan jumlah penduduk terbesar ini.

“Indikator maju mundurnya Indonesia, ditentukan oleh Jawa Barat. Apalagi secara geografis kawasan Jabar berdekatan dengan IbuKota Negara RI, DKI Jakarta,” tegasnya saat menghadiri Lomba Cerdas Cermat (LCC) Empat Pilar Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara tingkat Provinsi Jawa Barat itu.
Pernyataan inilah yang antara lain membuat kagum anggota Fraksi PDIP DPR periode 2009-2014 dari daerah pemilihan Jawa Barat II ini. Lelaki Minangkabau kelahiran Palembang ini menyebut apa yang dilontarkan Heryawan sebagai pemikiran yang cerdas.

“Dengan jumlah penduduk yang mencapai seperlima penduduk Indonesia, seharusnya Jabar memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Dengan menuntaskan permasalahan di Jabar, berarti juga menyelesaikan seperlima masalah di Tanah Air,” tutur TK, sebutan akrabnya.

Kiemas mengaku, pemikiran Gubernur Heryawan di luar pemikirannya. “Saya sangat mengapresiasi tentang seperlima penduduk Indonesia ada di Jawa Barat. Artinya kalau Jawa Barat miskin, berarti Indonesia miskin. Begitu pula sebaliknya, kalau Jawa Barat kaya, maka Indonesia juga kaya,” tegas Kiemas.
TK bukan figur pertama yang memuji Heryawan. Tak sedikit orang maupun lembaga yang terkesima dengan pemikiran dan perbuatan Aher, begitu dia biasa disapa. Terbukti, puluhan anugerah dan penghargaan sudah diterima Heryawan, baik dalam kapasitas kepala daerah maupun secara personal.

Terakhir, Heryawan bersama sejumlah figur progresif lainnya, mendapat penghargaan Tokoh Perubahan 2011 dari harian Republika. Kecuali Heryawan, tokoh lainnya yang mendapatkan anugerah itu antara lain Menko Perekonomian Hatta Rajasa.

Aher, di mata tim penilai independen, berhasil membalikkan keraguan banyak orang dengan bekerja, bekerja, dan bekerja. Tiga sektor yang dijanjikannya saat kampanye pada Pilkada Jabar 2008 menunjukkan peningkatan. Angka pengangguran turun, tingkat kesehatan masyarakat naik, dan pendidikan mulai merata. Kualitas infrastruktur pun dapat ditingkatkan.

Tidaklah mengherankan, kini muncul suara-suara untuk mendorong Aher juga berkiprah dalam kepemimpinan nasional. Kecuali itu, PKS, partai yang digabunginya sejak era reformasi pun sempat meminta kesediaannya dicalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada tahun ini. Untuk yang satu ini, Heryawan menolak karena belum menuntaskan kewajibannya selama lima tahun sebagai pemimpin Tanah Pasundan.

Masuknya Aher dalam waktu dekat ke pentas politik nasional, bukanlah hal yang mustahil. Bahkan, peluang untuk itu jadi sangat terbuka. Sebagai tokoh muda dia diharapkan bisa menghadirkan perubahan dalam pola kepemimpinan nasional.

Tokoh muda? Bukankah seorang Benedict Anderson, seorang Indonesianist, pernah mengungkapkan bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah pemudanya. Para pemuda selalu menjadi aktor dari setiap peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah panjang bangsa.

Sejak sebelum kemerdekaan, kaum muda relatif dominan dalam kepemimpinan nasional. Tokoh-tokoh dalam usia 30 sampai 40-an tahun, seperti usia Heryawan saat ini, banyak berkiprah di panggung nasional. Semangat kepemudaan seperti sebelum kukuhnya kuasa Orde Baru itu dipandang perlu dihidupkan lagi.
Saat Bung Karno dan Bung Hatta disumpah jadi Presiden dan Wakil Presiden RI, usia keduanya baru 44 dan 43 tahun. Ketika dilantik sebagai Perdana Menteri, Bung Syahrir baru berusia 40 tahun. Muhammad Natsir juga masih 42 tahun saat jadi PM. Pak Harto bahkan menjadi Presiden RI pada usia 46 tahun, sebaya Heryawan sekarang.

Apapun, bagi Heryawan, kepentingan nasional berada di atas segala-galanya. Itulah sebabnya, dia memandang perlu untuk terus menanamkan benih-benih kebangsaan dan memupuk cinta Tanah Air. Dan, Lomba Cerdas Cermas Empat Pilar Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara adalah salah satu wadah yang bisa digunakan menuju cinta bangsa dan cinta Tanah Air itu.

“Empat pilar kehidupan bangsa yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika adalah pilar yang sudah final dan tak perlu lagi diperdebatkan. Dan LCC ini merupakan ajang dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa,” ucapnya.

Putaran final LCC tingkat Jabar ini diikuti tiga SMA, yakni SMAN 1 Cianjur, SMAN 1 Singaparna dan SMAN 1 Cibadak. SMAN 1 Cianjur meraih gelar juara dengan nilai 230, disusul SMAN 1 Cibadak (105),dan SMAN 1 Singaparna (95).

Selain mendapatkan piala, ketiga SMA tersebut juga mendapatkan uang pembinaan dari Gubernur Jabar. Khusus untuk SMAN 1 Cianjur, akan dilombakan kembali dalam LCC Tingkat Nasional mewakili Jawa Barat.

*inilah.com 9/05/2012