VIVAnews - Sudah lebih dua tahun Tifatul Sembiring menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Berbagai isu seputar pekerjaannya kerap menjadi sorotan. Misalnya, Pro kontra merebak saat dia hendak menutup akun anonim di jejaring sosial yang hanya berisi fitnah. Atau soal gagasannya memblokir konten porno di internet.
Berkunjung ke kantor VIVAnews.com di Menara Standard Chartered, Kuningan, Jakarta Pusat, Jumat 4 Mei 2012, Menteri Tifatul tampak santai. Dia masih memakai jas pada sore itu, dan hanya ditemani seorang ajudan. Setelah uluk salam, Tifatul dicegat oleh pantun selamat datang. Dia tertegun sejenak, lalu membalasnya: "Sendu-sendu lagu asmara/Sendunya sampai bikin meriang/Rindu-rindu jumpa saudara/Rindunya sampai ke dalam tulang".
Obrolan santai pun mengalir. Tifatul lalu bercerita banyak tentang perkembangan teknologi informasi, dan pelbagai hal yang terluput oleh perbincangan publik. Misalkan, jejaring fiber optik yang telah 70 persen rampung, serta strategi pemerintah ke depan. “Jadi urusan saya bukan hanya soal pornografi saja seperti yang dituduhkan,” ujar Tifatul sambil tersenyum lebar.
Bukan cuma soal kementerian yang dipimpin, Tifatul yang mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera itu juga blak-blakan berbicara mengenai situasi politik saat ini. Termasuk posisi PKS yang disebut-sebut “goyah” di partai koalisi pendukung kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Lalu, apa katanya tentang calon pemimpin bangsa pada 2014?
Simak petikan wawancara itu.
Seperti apa infrastruktur IT Indonesia saat ini, apa saja kendalanya?
Kalau berbicara tentang infrastruktur IT, kan International IT Indeks itu diukur dari tiga hal. Infrastruktur, sumber daya manusia, dan usage-nya, penggunaannya. Nah soal infrastruktur, kita perlu memahami kondisi geografis Indonesia, ini beda. Kita di sini sudah omong mobile, tapi ada daerah yang telepon saja belum masuk. Jadi ada semacam digital divide (kesenjangan), saat saya masuk sebagai Kominfo 2009. Maka kalau orang membandingkan dengan Singapura soal kecepatan sekian megabyte, kita masih ratusan saja. Ya benar juga. Tapi jangan bandingkan dengan Singapura. Mahathir Mohammad dalam buku Lee Kuan Yew, “How to Build The Nations”, berkomentar bahwa Lee itu ‘Big Frog in Small Pond’, jadi terlalu kecil Singapura bagi Lee.
Sementara kita, terbang dari timur ke barat saja perlu 9 jam dengan pesawat. Tapi target kita akan sampai ke sana. Oleh sebab itu, itu ada beberapa langkah yang sesuai dengan skema presiden. Jadi pertama kami bangun Desa Berdering. Seluruh desa sekarang sudah ada telepon, ini sudah sangat membantu. Kecuali ada desa-desa pengembangan.
Memang terbanyak itu mobile karena fixed-line kita tidak berkembang, hanya 8 persen. Saat ini mobile yang berkembang, saya rasakan sendiri di rumah, hampir tidak pernah gunakan fixed line, telepon kayak pajangan saja. Jumlahnya saat ini 33.100 desa yang kita bangun, itu telepon masuk desa.
Kemudian kami bangun Pusat Layanan Internet Kecamatan. Jadi setiap kecamatan ada internet. Tapi orang banyak salah paham, dikiranya ini punya pemerintah, tapi kami serahkan selama 5 tahun. Pembangunan itu dilakukan oleh swasta, kita kontrak lima tahun, dia cari uang dari sana, Seribu sampai tiga ribu per jam. Itu ditempatkan di kantor camat, jumlahnya 5748 kecamatan, ini semacam warnet tapi di kantor camat. Sebetulnya ini stimulasi saja, seperti desa kita saja yang jumlahnya 72 ribu, dari mana sisanya, itu swasta. Angka 33 ribu itu hitungan dalam World Information Summit di Tunisia 2005, diputuskan 50 persen masyarakat harus mendapatkan akses informasi, itulah yang dinamakan Universal Service Obligation (USO).
Di samping itu sifat kita kita merangsang saja, kalau ada APBN kita bangun infrastruktur. Sementara ada proyek Palapa Ring, itu swasta yang bangun, 82 persen sudah selesai, jaringannya Sumatra, Kalimantan, Jawa sudah, sampai Nusa Tenggara Timur sudah, yang belum itu Maluku sama Papua. Nah ini akan mulai dibangun dari Manado ke Ternate, terus ke Manokwari. Kalau ini selesai, ini disebut program Indonesia Connected, Indonesia tersambung kabel fiber optic, karena ini broadband jaringannya.
Dengan hal demikian kita harus bangun masing-masing kota, 27 provinsi sudah tersambung, tinggal bangun kabupaten kota, smart city, smart regency. Sebagian kota sudah ada, Jakarta, terus Surabaya, Semarang, Jogya, Medan, Palembang dan Makassar sudah mulai berkembang. Tapi kalau kita tanya Kalimantan Tengah ya belum. Penduduk kita juga tak merata, 20 persen di Sumatera, 5,3 persen Kalimantan, 7,8 persen Sulawesi, 54 persen Jawa, Bali Nusa Tenggara 2,3 persen, Maluku Maluku Utara 1,8 persen, Papua dan Papua Barat 1 persen. Jadi memang bagi pebisnis ini tidak seksi. Papua, siapa lagi yang mau pakai, jadi tidak bisa itu, kita tidak punya dana, makanya kita pakai skala prioritas.
Nah di Jawa ini kita rangsang sudah luar biasa, pembangunan fiber optic, ke Bogor, Depok, Tangerang sudah menyambung. Seluruhnya 50 ribu km lebih, yang sudah diinstal 42500 Km.
Itu baru soal telekomunikasi saja?
Ya, itu baru satu bidang telekomunikasi, belum broadcasting. Tentu Pemerintah bangun TVRI. Selama periode ini kita bangun 31 stasiun, kita ingin membangun ini proyek IPTS, soft loan dari Spanyol, membangun sekitar 60 lagi untuk TVRI.
Sementara di telekomunikasi 2G ke 3G, Wimax sudah jalan, LTE mau masuk. Wimax baru jalan, ini satu antena layani 240 user speed-nya beda, jadi begitu masuk LTE kalah dong Wimax, ini suatu keniscayaan. Teknologi yang tak bisa kita rem.
Bagaimana dengan e-commerce, Indonesia sudah siap?
Ya sebetulnya yang dimaksud kita itu siapa, stakeholder kita siapa. Kalau yang membangun, dari segi perangkat dan regulasi sudah kami sediakan, infrastruktur sudah. Tinggal konten.
Sudah sejauh mana?
Regulasi ini sudah disiapkan, untuk e-payment. Setahu saya sudah harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Formatnya Peraturan Pemerintah, karena UU Transfer Dana sudah ada, UU No.3 Tahun 2011, itu Bank Indonesia. Nanti orang bisa kirim uang lewat handphone, ke satu agen di desa, bisa cash out, nanti agen dapat per mile.
Indonesia punya potensi mobile payment, tapi terbentur regulasi?
Kalau transfer kan sudah selesai peraturannya, dari sini sebetulnya, tapi yang mengajukan model payment seperti di Kenya (cash out) belum ada. Saya sudah banyak baca literatur soal itu, tapi sudah ada Flash, T-Cash, Doku. Jadi terus terang itu bukan pemerintah yang bangun, itu harus swasta. Sarana sudah ada sampai kecamatan, terus mau diapakan. Ya tentu mereka lagi yang berpikir, saya pikir harus konvensional sedikit, misalnya konten yang kita distribusikan konten soal pertanian, mitigasi efek bencana, kelautan, harga-harga pasar. Tapi kalau Anda ingin berbisnis itu kreativitas bisnis, silakan ini jaringan sudah ada.
Insentif dari pemerintah untuk merangsang belanja online, misalnya bebas pajak?
Ini terus terang kita sedang bicarakan dengan Menteri Keuangan. Saya setuju dengan pola ekspansi itu, tapi kan negara ini bukan milik saya.
Kalau Kementerian Kominfo ini sudah hasilkan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) besar, Rp 12,8 triliun per tahun 2010, target 2011 kami melebihi target, 104 persen yaitu Rp 11,5 triliun. Kami nomor dua di bawah Kementerian ESDM yang punya minyak gas. Kami ini hanya jual udara kosong, spektrum frekuensi. Ini kan perlu kreativitas agar menghasilkan ini, waktu hasilkan PNBP Rp 12,8 triliun, anggaran kita cuma Rp 2,8 triliun. Ini salah satu cara saja membangun birokrasi dengan mensiasati anggaran kecil.
Anda dikenal sebagai menteri yang aktif di Twitter. Bisa diceritakan awalnya kenapa?
Jadi awalnya saat jadi menteri, waktu itu Twitter kan belum populer, saya bayangkan kalau bagaimana kalau nanti ada yang nanya, “Di Twitter ada ini”, kemudian saya jawab “Apa itu Twitter”, kan lucu. Saya akhirnya buka akun Twitter. Rupanya ke sini social media punya pengaruh besar di sosial, politik, ekonomi. Ada pengamat sosial kita yang mengatakan struktur sosial kita hancur, flat semua, tak ada hierarki lagi, juga merusak bahasa, tapi positifnya kita tidak kuper.
Negatifnya ada yang asal ngomong saja, pakai akun anonim. Saya selalu katakan mengapa internet tidak digunakan untuk hal positif. Kenapa tidak dimanfaatkan untuk riset, bisnis, untuk komunikasi bermanfaat, apalagi pengguna Indonesia paling aktif online, chatting, social media.
Serangan ke Anda di Twitter biasanya soal apa?
Yang paling banyak soal IT, soal kecepatan, ketersediaan, kualitas, dan keamanan IT. Misalnya “Saya dikirim SMS terus nih”, marahnya ke saya. Tapi saya tidak jawab, kapan-kapan saja. Tapi soal kecepatan, karena pertumbuhan pengguna internet dalam 6 tahun kita eksponensial tahun pertama 2 juta, tahun kedua 8 juta, terus jadi 45 juta, ini eksponensial. Orang inginnya semua cepat, murah, mau bagus tapi tidak mau bayar. Kalau kita berhubungan dengan ISP dan ada pilihan kecepatan.
Internet makin bebas, pemain global banyak masuk. Apa visi Kominfo?
Saya demokratis saja, bebas tapi tanggung jawab, tidak ganggu orang lain. Harus ada aturan main. Amerika juga bebas, tapi ada aturan main.
Termasuk gebrakan soal BlackBerry?
Kita ini punya 6 tuntutan, 5 sudah dipenuhi, tinggal satu lagi, server. Yang sudah adalah buka kantor, 80 persen pakai tenaga lokal, kerjasama dengan pengembang aplikasi lokal, tutup pornografi, layanan purna jual sudah. Menurut pengakuan ke kami sudah ada 50 tempat. Tinggal satu, masalah server, tapi ini menunggu, semuanya saja belum pasang.
Dalam hal ini saya tidak ada 'tedeng aling-aling', meski dengan asing. Termasuk saya yang ngotot, saat BNI tidak boleh memasukkan tower asing. Harus 100 persen lokal.
Saya dalam bab ini agak keras, kita tidak mau jadi penonton saja. Dia cari makan di sini, sama Malaysia juga saya ngomong begitu, XL juga cari makan di sini, pelanggan XL 46 juta dari Indonesia. Ada juga orang mengkritik langkah saya soal BlackBerry, sampai saya keluarkan pantun: “Burung gagak bawa cincin, tidak bayar pajak kok dibelain.” Itu yang saya tulis di Twitter “enough is enough”, kalau barganing kita tidak bisa 'tedeng aling-aling'.
Mereka pelanggan 5 juta, belum black market sekitar 2 juta, ini versi kita. Dia bikin kontrak ke operator, saya tanya ke operator, kata mereka ini bisnis model. Pelanggan ditarik katakanlah Rp 120 ribu, 7 USD langsung masuk ke sana tanpa ada pajak. Dia juga tak bangun infrastruktur, dia kirim lewat satelit, fiber optic. Operator Indonesia inilah yang bangun jaringan, bayar pajak, nanti kalau ada gunung meletus, baru mereka kasih bantuan. Ini tidak adil, itu penghasilan mereka dengan 5 juta per tahun penghasilan mereka Rp 5 triliun, saya sudah hitung itu.
Pasar iklan terbesar dibawa Google, tanpa mengalir ke Indonesia. Ada upaya apa untuk mengatasi soal itu?
Saya sekali lagi bilang bagaimana agar itu harmonis. Ya tiga itu tadi, infrastruktur, SDM dan usage. Usage kita naik di dunia peringkat 15, dulu kita penggunaannya 67 naik ke 53 peringkat sukses IT, ini termasuk kualitas, ini yang mengukur International Indeks IT itu tadi.
Kalau ditanya, ya kami merangsang saja. Buat bisnis apa, buka saja yang membangun infrastruktur, memberikan beasiswa, merangsang ICT sampai ke penggunaannya, sebetulnya bisa efisiensi besar. Kami berharap dengan begitu, private sector yang berpikir menyedot Rp 400 triliun, capital expenditure kita terbesar ke asing, alatnya dari asing semua. Makanya saya selalu bargain misalnya dengan Huawei atau Ericsson, “Anda buat apa di Indonesia, bikin pendidikan dong, kontainer LTE Anda kirim ke sini dong, biar mahasiswa kita bisa belajar.”
Yang saya maksud kita harus berkembang ke future, ini kreativitas, orang tak terbatas. Ini bisnis otak, ini bisnis yang tidak hasilkan korupsi, dari modal murah. Jebolan INA ICTA (Indonesia ICT Award) 2010 jadi milyader, mereka jago-jago. Jadi kreativitas, IT ini dan INAICTA jauh lebih hebat dari itu. Untuk SDM, kita ada INAICTA ini kan dari SD, SMP, SMA, nanti pemenangnya kita kirim kompetisi IT tingkat Asia.
Sekarang soal TV Digital. Bagaimana perkembangannya?
Jadi itu 2012, TVRI 4 channel sudah digital. itu keniscayaan. Satu frekuensi bagi 12 channel, MNC saja punya 3 frekuensi sendiri, itu sebenarnya melanggar UU No 32 tahun 2002 (tentang Penyiaran), di digital itu tidak bisa lagi.
Ada yang punya sampai tiga frekuensi, mestinya satu owner hanya punya satu frekuensi dalam satu zona. Dengan digitalisasi nanti cuma satu frekuensi, dengan sistem Digital Video Broadcasting Terestial Second generations (DVB-T2), kami harapkan pertengahan tahun ini, Juni sudah seleksi, keputusan IPU 2005, 17 Juni 2015, harus switch off dari analog ke Digital, dan kita bisa melawan, cuma kita ini konsumen, dunia sudah migrasi.
Digitalisasi TV bagus. Tapi secara industri bagaimana?
Memang akan semakin kuat kompetisinya, cuma tak bisa dimonopoli. Jabodetabek sudah moratorium itu untuk TV dan Radio. Untuk itu kita harus migrasi, ada sisa frekuensi, karena kita beralih ke digital.
Kita buka 6 multiplexer, di Jabodetabek ada 24 kanal, terus kita buka 72, sisa 8 lagi yang masuk, pemain baru akan masuk, tapi kan pasti ada keberatan dari pemain yang sudah ada, kan kue harus dibagi. Kalau tidak, namanya monopoli, apalagi nanti digunakan untuk kampanye.
Bicara kampanye, bagaimana persiapan PKS di Pemilu 2014?
Ini boleh dianalisis, 2014 ibarat “The Last of the Mohicans”, generasi akan berpindah. Kita lihat sajalah, UU mengharuskan capres harus diajukan oleh partai politik.
Kita hitung saja partai yang masuk Parliamentary Threshold di DPR, ada sembilan partai. Terus nanti masuk Nasdem. Nah kita lihat, Demokrat ini apakah akan tetap 20,8 persen atau turun setelah situasi begini. Survey LSI mengatakan Demokrat sudah turun ke 13,7 persen, ini salah satu ukuran. Itu adalah partai terbesar. Lihat juga Golkar, feeling saya turun karena ada Nasdem. Dulu 2004 ke 2009 Golkar turun 7 persen, karena ada Hanura dan Gerindra.
Nasdem ini tidak akan ambil kavling PKS, itu kamarnya lain. Dari tahun ‘55 selalu begitu, nasionalis 60 persen dan yang Islam 40 persen. Itu memang market-nya segitu, tidak akan bercampur, tapi yang menang selalu nasionalis.
Jadi kalau Golkar turun, PDIP feeling saya juga turun, karena generasi ada siapa lagi, Puan? Orang berharap masih Ibu Mega. Setelah itu PKS. Kalau ini 14 persen, 15 persen, atau 12 persen, katakan seperti itu, siapa yang mau jadi presiden, kan begitu. Kalau saya usul, 15 persen baru ajukan presiden. Sekarang ini koalisi 74,6 persen, tapi begitu ada masalah sedikit, gempa.
Maksud saya ini situasi ke depan, bahwa negeri kita ini sangat rentan terhadap kepemimpinan nasional. Salah satu faktor yang menentukan di Indonesia itu ya kepemimpinan nasional yang kuat, kalau itu tidak tercipta itu habis.
PKS optimis naik?
Harapannya begitu, kami ini sekarang nomor 4, di partai Islam kami nomor satu, semua kan gaya konservatif. Ini sudah terbuka, sudah kontestasi.
Siapa calon yang akan diajukan PKS?
Saya tidak bicara soal calon. Ini artinya untuk membentuk kepemimpinan yang kuat, kita harus koalisi, sementara komunikasi antar elit ini jelek sekali. Intinya jika itu tidak diperbaiki, makanya saya usul rekonsialisasi nasional. Menurut saya, PKS kalau tidak sampai 15 persen, nggak usah mencalonkan deh, tapi kalau sampai 15 persen kami berani mencalonkan Wapres.
Mengapa komunikasi antar-elit tidak baik?
Dulu masih ada orang seperti Jusuf Kalla. Waktu ada masalah, semua partai diundang, bahkan PDIP. Diundang makan, dan setelah itu beliau tanya: "Apa tadi masalah kita". Diselesaikan masalahnya. Sekarang ini figur itu belum ditemukan.
Ada jutaan pemilih muda di 2014, bagaimana strategi PKS merangkulnya?
Mereka kritis. nah PKS ini terbuka, tidak tertutup. Ada kontestasi ide. Kalau yang lain banyak tertutup, tunggu kata ketua umum, dewan pembina. Apa anak-anak muda itu senang dengan model begitu?
Dalam koalisi, setiap ada perbedaan pendapat, PKS selalu disudutkan. Bagaimana menanggapinya?
Dalam pepatah Arab, "waktu adalah bagian dari penyelesaian". Kami tunggu waktu, tidak usah diramaikan. Karena banyak persoalan lain. Setelah BBM ada Mayday, kemudian Angie, dan lain-lain. Bisa dibayangkan durasi informasi makin sempit, pagi begini sore sudah beda.
Seperti apa pengalaman Anda 2,5 tahun di kabinet?
Seperti yang saya katakan, memang harus ada passion, dan juga harus 24 jam siaga terus. Kalau saya karena berkesesuaian bidang saya di IT, ditugaskan di IT. Alhamdulillah target tercapai. Saya cukup puas walau keinginan banyak. Dalam hidup memang tak bisa semua yang ideal terwujud semua, tapi paling tidak prosentasenya bisa ditetapkan. Saya melihat secara keseluruhan negara ini banyak sekali yang bisa melejit.
*sumber: vivanews (7/5/2012)