
Oleh : Dedi Setiawan | Kompasiana
Pasca
ditetapkannya LHI sebagai tersangka, banyak pihak memprediksi itulah
awal keruntuhan PKS. Bayangkan, partai yang anggotanya tidak pernah
tersangkut kasus korupsi, ternyata ketuanya “ditembak” sebagai
tersangka. Bahkan, LHI langsung ditahan KPK. Jadi terkesan LHI itu
koruptor kelas kakap dan berbahaya, kan?
Itulah yang menimbulkan kehebohan. Semua stasiun TV beramai-ramai meliput kasus itu siang dan malam. Di media sosial (social media), kader PKS juga di-bully. Semua media, cetak maupun elektronik, juga beramai-ramai menjadikan bencana PKS sebagai berkah berita. Bad news is good news, betul?
Tapi, prediksi bahwa
PKS akan hancur ternyata salah. PKS bermain cerdik dan cepat. Dalam
waktu 2×24 jam, LHI langsung diganti dengan Anis Matta. Pidato perdana
Anis sebagai ketua diliput oleh semua media, bahkan ada yang
menyiarkannya secara langsung. Ternyata pidato tersebut menumbuhkan
kepercayaan diri kader-kader PKS di seluruh Indonesia.
Meski media mainstream
tidak mengungkap gejala itu, media sosial menunjukkannya. Terlihat
jelas usaha kader-kader PKS memenangkan isu dan perdebatan di dunia
maya. Saya yakin awalnya mereka tidak terorganisir. Tapi karena jumlah
mereka banyak, melek informasi, dan gadgeter, jadilah mereka leading di Twitter dan Facebook.
PKS dan Pilgub Jabar
LHI
digadang-gadang di pilgub Jawa Barat (Jabar). Tujuannya jelas, supaya
calon yang diusung PKS kalah telak. Dalam hal ini, lawan-lawan PKS
sangat terbantu dengan Majalah Tempo yang semangat mengangkat kasus PKS.
Siapa yang meragukan kredibilitas media sebesar Tempo?
![]() |
Aher-Demiz, jagoan PKS di Jabar |
Diserang melalui media mainstream,
kader PKS melawan melalui media sosial. Kader PKS jadi sangat aktif di
Twitter dan Facebook. Tidak sekadar mempertahankan diri, ternyata kader
PKS menyerang balik. Kader dan simpatisan PKS yang bergiat di dunia
jurnalisme, mengungkap bahwa Tempo menggunakan sumber yang tidak
kredibel dalam memberitakan kasus LHI. Keragu-raguan terhadap
kredibilitas Tempo mulai merebak.
Serangan terhadap PKS
terus dilakukan. Kali ini sasarannya Kang Aher, petahana yang kembali
diusung PKS di pilkada Jabar. Aher disangka telah ikut campur dalam
urusan dapur Bank Jabar Banten (Bank BJB). Lagi-lagi, isu ini di-blow-up
oleh Tempo. Dan lagi-lagi, kader dan simpatisan PKS melawan di media
sosial. Dan lagi-lagi (lagi?) keraguan terhadap Tempo makin meluas.
Sebenarnya masih
banyak serangan lainnya, seperti fitnah poligami terhadap Aher, dan lain
sebagainya. Sengaja tidak saya bahas panjang-lebar, karena saya anggap
itu isu yang tidak berhasil. Lagi pula, terlalu mudah untuk dibantah.
Pilgub Jabar pun berlangsung. Versi quic count semua lembaga survey sepakat memenangkan Aher. Pengumuman resminya tentu masih harus menunggu versi KPU.
PKS dan Pilgub Sumut
Orasi Anis Matta, isu di media sosial yang bisa dikendalikan, dan kemenangan Aher di Jabar (versi quick count),
jelas merupakan rentetan peristiwa yang memperkuat PKS. Kepercayaan
diri kader PKS meningkat, soliditas mereka makin kuat, dan kepatuhan
terhadap pemimpin makin menebal. Ini seperti panas seharian yang dihapus
oleh hujan sejam.
Setelah pilgub Jabar,
akan berlangsung pilgub Sumatera Utara (Sumut). PKS lagi-lagi menurunkan
salah satu kader terbaiknya, Gatot Pujo Nugroho, untuk memenangkan
pilgub Sumut. Simpati masyarakat tinggi dan peluang menangnya besar.
Setidaknya itulah yang terbaca melalui survey berbagai lembaga.
Kalau PKS bisa menang
di Sumut, tentu ini tanda bahaya bagi lawan-lawan PKS. Kepercayaan diri
kader PKS makin meningkat. Mental pemenang akan tersemat kuat di dada
mereka. Dan tentu, cap sebagai “partai pemenang di daerah strategis”
akan diraih PKS.
Lalu, apa yang harus dilakukan?
Di akhir tulisan ini
saya ingin berpesan. Supaya adil, pesan ini saya tujukan kepada
lawan-lawan PKS dan kader-kader PKS. Untuk lawan-lawan PKS, kalau tidak
mau melihat kemenangan PKS, maka berusalah untuk mengalahkan PKS. Untuk
kelompok-kelompok yang merasa terancam dengan kehadiran PKS, berusahalah
untuk melumpuhkan PKS. Caranya adalah dengan… Oh, iya, hampir lupa,
saya bukan konsultan politik, jadi tidak perlu repot-repot memikirkan
cara mengalahkan PKS di Sumut. Intinya, jangan sampai PKS menang di
Sumut.
Untuk kader-kader PKS,
kalau tidak mau melihat partai Anda berpeluang menjadi tiga besar di
2014, kalau tidak mau memperkuat kesan sebagai partai pemenang, dan
kalau tidak mau memaksimalkan peluang kebaikan, maka berusahalah agar
jangan sampai PKS menang di Sumut. Segeralah berpuas diri dengan
kemenangan di Jabar. Dan merasa cukuplah dengan membangun opini di sosial
media, tanpa perlu turun ke masyarakat.
Namanya juga pesan, bisa dilakukan, bisa tidak. Pada akhirnya, semuanya diserahkan pada pembaca. Selamat menentukan sikap.