Kamis, 02 Mei 2013

Dari Menjual Sampah, Pemulung Ini Hidupi Keluarga Hingga Kuliahkan Anaknya


Jasa para pemulung mengangkut sampah dari rumah ke rumah terkadang masih dipandang sebelah mata. Padahal karenanya, banyak rumah terbebas dari sampah. Namun jangan harap rumah mereka bersih dari sampah, karena justru sampah mereka kumpulkan demi mendapatkan upah. Mereka hanya berfikir soal mendapatkan rupiah dan harapan walaupun hasil kerja tidak mencukupi kebutuhan.
 
Seperti usaha rongsokan yang berlokasi di Jalan Haji Rijin, Tugu Cimanggis, Depok  yang menampung tiga belas kepala keluarga (KK) pemulung. Dengan menempati lahan sewa sekitar 800 meter persegi, masing-masing KK pemulung disediakan rumah petak nonpermanen berukuran 8 meter persegi oleh bos pengepulnya. Dindingnya dari triplek dan kardus, atap seng, dan lantai tanah yang ditutup dengan karpet plastik tebal.

Menurut Maryati yang sudah 20 tahun berprofesi sebagai pemulung, bosnya menyewa tempat itu 8 juta rupiah per tahun tetapi mereka tidak dibebani ongkos sewa. ” Yah beginilah, tempat seadanya. Kalau hujan bocor dimana-mana,” ucapnya setengah bergumam.

Ketika ditanya pendapatan dari mulung itu, Sirehman dan istrinya Sri Rahmayani mengaku bisa menjual barang rongsokan seharga 700 ribu rupiah setiap lima belas hari sekali.  Jenis sampah rongsokan yang laku dijual gelas/botol plastik dihargai Rp1200 per kilogram. Kertas/kardus/karton dihargai Rp1000 per kilogram, besi atau logam dihargai Rp3000 per kilogram, serta botol kaca kecap Rp200 per buah. Jadi setiap bulan rata-rata mereka bisa mengantongi 1,4 juta. “Selain untuk hidup sehari-hari, saya juga sisihkan untuk  anak saya yang di kampung,” ujar Sirehman.

“Yang pasti untuk makan selalu ada,” ujar Maryati yang juga memboyong anak cucunya dari kampung. Mereka mengaku lebih memilih tinggal di Depok sebagai pemulung daripada di kampung mereka di Jawa Timur.

” Di sini lebih mudah cari uangnya. Di kampung tidak punya sawah, jadi kadang kerja kadang tidak,” jelasnya lagi.