Turki - Saya sedang menulis tulisan di salah satu
media ketika saya mendengar suara ribut-ribut dari jalan utama dekat
dengan asrama. Tadi malam saya dengar bahwa massa di Taksim akan menjadi
lebih banyak lagi. Rombongan itu kemungkinan akan menuju ke Taksim.
Saya coba berkonsentrasi menulis tentang tulisan itu, tapi rasa
penasaran saya mengalahkan segalanya—lagi. Akhirnya saya keluar dari
asrama dan menyusuri jalan untuk menuju jalan utama, saya berniat hanya
melihat gerombolan lima menit sehingga saya hanya membawa telepon
genggam. Sebelum sampai jalan utama saya sudah dikejutkan dengan
pemandangan yang tidak pernah saya duga. Gerombolan beberapa pemuda dan
bapak-bapak terus mengibarkan bendera Turki dan juga bendera Partai AKP
[Partai Erdoğan]. Saya tambah penasaran ketika saya mengalihkan
pandangan ke arah kiri, semakin banyak massa bergabung. Apa yang
sebenarnya mereka lakukan?
Semakin lama berjalan saya bergabung
dengan kumpulan massa yang terus berteriak “Ya Allah, Bismillah, Allahu
Akbar!” kemudian ada yang memimpin “Takbir” dan yang lainnya menjawab
“Allahu Akbar!”
Mendengar teriakan massa ini banyak warga yang
kemudian membuka jendela apartemen. Yang pro dengan aksi ini akan
mengibarkan bendera dan bertepuk tangan. Tapi yang kontra dengan aksi
ini akan memukul-mukul tencere (Turki: wajan/penggorengan).
Hal ini dilakukan sebagai simbol bahwa mereka adalah Kemlist yang
menjunjung tinggi Turkiye Cumhuriyet yang disingkat menjadi T.C serupa
dengan Tencere disingkat menjadi T.C. Begitulah asal mula pemukulan
tencere (wajan) yang merupakan aksi protes.
Sekitar
setengah jam berjalan, suara tencere semakin banyak yang juga disambut
dengan teriakan semakin keras “Ya Allah, Bismillah, Allahu Akbar!” dari
massa pendukung AKP. Hanya dengan melihat hak kecil seperti ini saja
bisa dirasakan perang non fisik antara massa AKP dengan Kemalist.
Sesampainya di sebuah gerbang benteng Konstantinopel, massa disambut
dengan mars penaklukan Konstantinopel dan iringan orang yang berseragam
tentara Turki Utsmani yang membuat massa semakin keras berteriak “Allahu
Akbar”
Beberapa menit setelah memasuki gerbang saya kemudian
terkesima dengan orang yang semakin banyak berdatangan dari segala
penjuru dengan spanduk bertuliskan “Fatih Sultan Mehmed our Sultan,
Recep Tayyip Erdoğan our Leader, Mustafa Kemal Ataturk our father”, “You
are not alone Recep Tayyib Erdoğan”, “We are AKP”.
Ternyata
setelah saya membaca salah satu spanduk, baru saya mengetahui bahwa
massa yang berkumpul hari ini di daerah Kazlicesme sekitar 1 juta orang.
Spanduk yang mendominasi adalah sepanduk yang bertuliskan “SAATNYA
MENGHENTIKAN PERMAINAN BESAR, MARI MENULIS SEJARAH”. Permainan besar
yang dimaksud adalah apa yang terjadi di Taksim Square. Hal ini
merupakan counter attack terhadap apa yang terjadi di Taksim Square dan
di tempat lainnya. Ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa yang
mendukung kebijakannya sangatlah besar dibandingkan kumpulan massa yang
ada di Taksim Square.
Menyadari bahwa saya hanya membawa hp saja,
maka saya tidak mau ambil resiko, maka saya kembali ke asrama. Salah
satu stasiun televisi menayangkan keadaan terkini di daerah Taksim.
Massa terus berteriak “Mustafa Kemalin Askerleriyiz [Kami adalah laskar
Mustafa Kemal Ataturk]”. Sangat kontras dengan apa yang diteriakkan
massa AKP di Zeytinburnu “Ya Allah, Bismillah, Allahu Akbar”.
Erdoğan
memulai pidatonya pada jam 6 sore waktu Istanbul disambut dengan
teriakan “Ya Allah, Bismillah, Allahu Akbar”. Rangkuman isi dari
pidatonya mengajak seluruh masyarakat Istanbul untuk menyadari bahwa
permainan (konspirasi) harus diakhiri:
(1) Turki adalah Istanbul,
karena Istanbul adalah pusat peradaban Turki Utsmani. Kita juga
mengetahui bahwa seluruh dunia sedang memperhatikan kita, oleh sebab itu
pada hari ini biarlah mereka melihat apa yang sebenarnya di dalam hati
kita semua.
(2) Lihat nanti, apakah BBC akan menyembunyikan apa
yang kita lakukan pada hari ini. CNN dan Reuters juga melakukan hal yang
sama, menyembunyikan berita tentang apa yang kita lakukan hari ini,
aksi kita adalah aksi damai, bukanlah aksi dengan memukul penggorengan (tencere). Mereka melempar bom Molotov terhadap polisi negara, apakah ini yang dinamakan demokrasi?
(3)
Turki bukan hanya daerah Taksim, tapi Turki juga daerah Uskudar, daerah
Gatih, daerah Kasimpasa. Turki bukan hanya Istanbul tapi Turki juga
daerah Kayseri, daerah Ersurum, daerah Samsun.
(4) Parlemen Eropa
sudah menentukan sikap terhadap apa yang terjadi di Turki, tapi mereka
menutup mata terhadap apa yang terjadi di Suriah, menutup mata terhadap
pembantaian di Palestina. Karena mereka punya mata tapi tak bisa
melihat, mereka punya telinga tapi tak mendengar, dan mereka punya lidah
tapi tak bisa bicara.
(5) Lihat apa yang sekarang mereka lakukan
terhadap patung Kemal dan Bendera Turki yang ada di Taksim Square
padahal katanya mereka adalah orang-orang yang mencintai Ataturk dan
mencintai Turki.
(6) Mereka mengatakan bahwa polisi memakai gas
air mata, apakah negara lain tidak menggunakan gas air mata? Lihatlah
sekarang di rumah sakit, yang lebih banyak terluka adalah polisi.
Sekarang polisi lah yang mereka salahkan.
(7) Mereka mengatakan
bahwa saya adalah diktator. Saya adalah pelayan di negeri ini, bagaimana
mereka mengatakan bahwa saya adalah seorang diktator? Oleh karena itu
saudaraku. Kita melihat permainan yang terjadi, sehingga saatnya kini
kita mengakhiri permainan.
Setelah berpidato di daerah Kalizcesme
yang merupakan daerah di mana Fatih Sultan Mehmet membangun masjid yang
pertama di Istanbul sebelum penaklukan Konstantinopel—ia kemudian juga
memberikan sambutan di Turkce Olimpiyatlari (Turkish Olympiad), salah
satu lomba bahasa Turki dalam berbagai bidang seperti puisi, lagu dan
lainnya. Dalam sambutannya ia mengatakan “Mereka melempar Molotov,
kalian memberikan lagu kepada kami, sampaikan salam dari hati kami untuk
orang tua kalian ketika kalian kembali ke negara masing-masing”.
Lale Fatma Yulia Ningsih
Mahasiswa Master, Jurusan TEFL, Istanbul University, Istanbul-Turki