Senin, 11 November 2013

DHL di Amerika Serikat Pecat Pegawai Karena Lakukan Shalat Maghrib




REPUBLIKA.CO.ID, CINCINNATI -- Kelompok advokasi Muslim AS terkemuka CAIR mengajukan surat pengaduan resmi terhadap perusahaan raksasa jasa pengiriman, DHL Express. Pengaduan tersebut dilakukan setelah 24 pegawai Muslim DHL mengaku dipecat setelah melakukan shalat berjamaah. 

"CAIR telah memberitahu kewajiban perusahaan sesuai hukum untuk mengakomodasi kewajiban pekerja untuk beribadah. Namun, bukannya mematuhi hukum dan melakukan hal yang benar, DHL justru melanggar hak asasi pekerja ini," ujar Direktur Eksekutif CAIR Karen Dabdoub seperti dilansir On Islam.

Menurut siaran pers dari CAIR, mereka diberhentikan dari pekerjaannya pada 9 Oktober karena menegaskan hak mereka untuk mendapatkan akomodasi wajar untuk beribadah. Termasuk shalat lima waktu. 

Bekerja di fasilitas Global Mail DHL di Hebron yang terletak di Northern Kentucky, pekerja memanfaatkan waktu istirahat mereka selama tiga sampai lima menit untuk shalat Maghrib. Perusahaan dilaporkan memutuskan menghentikan waktu istirahat bebas sehingga menghalangi pekerja perempuan dan laki-laki beribadah. 

Berdasarkan informasi dari Kantor Sheriff Boone County, karena peraturan tersebut 24 pekerja berhenti bekerja dan melakukan shalat Maghrib diam-diam. CAIR menganggap tindakan DHL itu melanggar bab VII UU Hak Sipil 1964 yang melarang diskriminasi terhadap individu karena agama mereka saat dipekerjakan, diberhentikan dan syarat dan ketentuan lain dari perusahaan. 

Para pekerja mengatakan tidak mendapatkan waktu istirahat bebas untuk shalat. Namun, pekerja lain bisa mendapat waktu istirahat untuk merokok. 

"Kami tidak punya pilihan. Kami harus berhenti bekerja dan shalat. Kami tidak minta waktu istirahat tambahan," ujar Shahira Abdullah (21 tahun) yang diberhentikan sementara oleh DHL, seperti dikutip USA Today.

Meski tidak ada angka resmi, AS menjadi rumah bagi sekitar delapan juta Muslim. Undang-undang negara bagian dan federal AS menyatakan perusahaan harus mengakomodasi kebutuhan pekerja untuk beribadah, kecuali mereka terlalu membebani perusahaan.