Senin, 21 April 2014

Perempuan dan Masa Depan Bangsa Indonesia

herlini-amran_img_5891jpg

| Oleh Dra. Hj. Herlini Amran, MA
 
Memperingati peringatan hari kartini sejatinya kita harus membahas ulang tentang judul buku yang beliau tulis “Dari Gelap Terbitlah Terang” judul yang penuh makna tersebut konon diambil dari QS.Baqarah 256, dari kalimat minadzhulamaati ilannuur, Dia (Allah) mengeluarkan mereka (manusia) dari kegelapan menuju cahaya (iman). Sejauh ini belum ada tulisan yang mencoba mengaitkan secara khusus dan detail tema buku tersebut dengan Al Quran. Akan tetapi yang pasti, tulisan Kartini tentang nasib perempuan di negeri ini telah menjadikan kebangkitan perempuan tentang posisinya dalam kehidupan private dan public.

Dengan demikian, apabila orientasi Kartini adalah QS Al Baqarah maka boleh jadi Kartini adalah sosok yang sangat religius. Ketidaksetujuan Kartini terhadap budaya yang menjadikan perempuan sebagai pelengkap kehidupan boleh jadi didorong oleh semangat Islam amar ma’ruf nahi mungkar.

Terlepas itu semua, yang jelas Kartini telah berjasa menjadikan perempuan Indonesia memperoleh hak-haknya sebagai warga negara, tentu dapat dibayangkan apabila Kartini tidak menyerukan mungkin saja nasib perempuan Indonesia tidak seperti saat ini.

Yang jelas, kebangkitan sejati perempuan, apabila menyadari harmonisasi perempuan atau ibu dengan asas kehidupan utama, yakni moralitas. Ibu dan moralitas adalah harmoni kehidupan yang apik, ibu adalah penyambung kehidupan, sementara moralitas adalah penyelamat kehidupan. Dan, pemilik kehidupan Tuhan Semesta Alam, akan selalu melihat bagaimana setiap insan berperilaku secara bijak terhadap ibu dan moralitas. Karenanya keduanya adalah jalan bebas hambatan menuju surga. Seperti dalam sebuah hadist, “Surga dibawah telapak kaki Ibu”.

Kekuatan ibu dan moralitaslah yang telah juga melahirkan kebaikan, keberhasilan, ketangguhan kehidupan sebuah bangsa. Ingatlah bangsa yang besar sangat tergantung bagaimana ibu membesarkan anaknya, sehingga tepatlah ungkapan yang mengatakan : al-Mar’ah ‘imad al-Bilad. Idza shaluhat shulahat al-Bilad wa idza fasadat fasadat al-Bilad” (Perempuan itu tiangnya negara. Apabila ia baik, maka baiklah negaranya. Dan apabila ia rusak, maka rusaklah negara Itu. Ungkapan tersebut merupakan poros utama kehidupan manusia yakni ibu dan moralitas.  “Ibu adalah madrasah atau sekolah pertama bagi anak-anaknya”. Sehingga, ibu sangat menentukan kemajuan bangsa.

Persoalan utamanya adalah kesenjangan dalam akses pendidikan untuk ibu dan perempuan. Banyak ibu-ibu yang pendidikannya rendah, oleh karena itu perannya dalam mendidik anaknya sejak dini sangatlah terbatas. Keterbatasan inilah yang menjadi keprihatinan kita dalam nasib perempuan di negeri ini.

Apatah lagi, bila kita ingin menegakkan idealisme Islam tentang perempuan tentu lebih berat lagi. Karena akan membutuhkan internalisasi keislaman yang massif. Dan internalisasi nilai-nilai Islam hanya dapat dilakukan manakala pendidikan memberikan ruang dan waktu yang tepat bagi kaum muslim untuk belajar dan tumbuh sesuai fithrah Islam. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan pendidikan negara-negara muslim termasuk Indonesia jangan sampai bertabrakan dengan fithrah Islam. Indonesia hanya akan maju bila menjadikan Islam sebagai inspirasi utama dalam setiap langkahnya. Ini yang perlu disadari, karena waktu telah menunjukkan bahwa memajukan Indonesia dengan jalan menihilkan Islam justru telah menunjukkan arah yang kontra produktif, misalnya ketika Orba menjalankan kebijakan asas tunggal Pancasila, yang terjadi adalah konflik terbuka atau terselubung antara Islam dan negara.

Demikian juga ketika Orla membuka hanya pada satu kelompok Islam sementara memusuhi kelompok Islam yang lain, juga berujung pada konflik. Untuk itu perlu disadari hubungan Islam dan negara, perlu memberikan ruang yang luas bagi Islam untuk menemukan jatidirinya. Tanpa perlu dicurigai sebagai usaha yang radikal, subversif, anti demokrasi dsb. Stigma-stigma yang memang telah tertanam lama dalam pola pandang sebagian elit di Indonesia terhadap Islam, khususnya terhadap Islam politik.

Untuk itu, para pendidik, para politisi, para birokrat perlu mengkaji ulang bagaimana pendidikan karakter dalam kebijakan pendidikan saat ini. Apakah politik pendidikan Indonesia, memberikan ruang yang luas atau terbatas bagi pendidikan Islam? Kalau memberikan ruang yang luas ternyata belum menunjukkan hasil yang maksimal, tentu perlu mengkaji apakah pelaksana pendidikan telah memiliki bekal yang cukup untuk memberikan pendidikan berkarakter? Karena bagaimanapun nilai Islam adalah ideal dan universal seperti yang telah dibuktikan di sebagian negara-negara Barat. Untuk itu, kesadaran bahwa Islam adalah solusi bagi Indonesia, perlu disosialisasikan sekaligus dibuktikan. Sehingga masyarakat merasa tenang dan tentram bersama Islam, bukan sebaliknya merasa takut dan tertekan. Untuk itu jalinan silaturahim elit Islam ke seluruh kelompok dan golongan adalah upaya kongkrit yang terus harus dilakukan agar Islam menjadi solusi di Indonesia.

Maka dari itu, tidak salah bila kita mengembalikan semangat Kartini, maka sejatinya kita membahas tentang arti penting Islam bagi Indonesia. Islam adalah berkah untuk Indonesia. Menganggap Islam bukanlah sesuatu yang utama di Indonesia adalah pandangan utopis dan tidak mengerti sejarah Indonesia.

Oleh karenanya, kearifan para pemimpin negeri ini untuk memuliakan perempuan sangat tergantung bagaimana sikap mereka terhadap perkembangan moralitas bangsa ini secara umum. Peran perempuan tidak harus dihitung bagaimana peran perempuan dalam sector public, berapa jumlah politisi perempuan di lembaga legislative? Berapa jumlah pejabat politik dan karir dalam pemerintahan ? Dan pertanyaan lain yang berkisar tentang kuantifikasi.

Memang peningkatan kuantitas perempuan dalam sector public adalah penting. Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana kebijakan yang ada, dapat meningkatkan kapasitas perempuan dalam meningkatkan kapasitas manusia Indonesia menjadi manusia yang sanggup bersaing dengan bangsa lain. Hal ini saya kira jauh lebih penting ketimbang membicarakan kuantitas peran perempuan di sector public.

Kita adalah bangsa besar yang membutuhkan manusia yang kokoh dan mandiri agar mampu bersaing pada abad-abad mendatang. Dengan kondisi saat ini, telah terjadi persaingan yang kuat antara negara, baik di tingkat regional atau internasional, sangat miris jika kita hanya menjadi pelengkap dalam silang dunia, meskipun secara geografis, posisi indonesia sangat strategis.

Kesadaran nasib bangsa kita ke depan, sangat ditentukan dengan cara pandang dan sikap kita pada kaum perempuan dan ibu yang menjadi pencetak generasi mendatang. Apabila ibu dan perempuannya lemah baik dari sisi moralitas, dan pendidikan maka masa depan bangsa ini akan suram. Namun sebaliknya bila ibu dan kaum perempuannya kokoh dan mandiri maka optimisme masa depan bangsa adalah sesuatu yang nyata.

Dengan demikian sudah saatnya, kita semua berpikir jernih agar perempuan mendapatkan hak-haknya secara penuh, sehingga mereka mampu melahirkan generasi muda Indonesia yang kuat di masa mendatang. Agar kita tidak menyesal di kemudian hari nanti. Wallahu’alam.