Menurutnya, legal standing Prabowo-Hatta tidak ada masalah.
"Pihak Pemohon masih memiliki legal standing, karena pada waktu di KPU (Prabowo-Hatta) hanya meminta penundaan pengumuman dan masih ada rentang waktunya, juga tahapan pilpres telah selesai dalam arti pencoblosan," kata Syaiful.
Menurutnya, UU Pemilu Nomor 42 Tahun 2008 masih memiliki kelemahan, karena masih membuka ruang kecurangan oleh peserta, maupun penyelenggara pemilu.
"Masih ada celah kelemahan dari UU kita sekarang, sehingga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.. Penyelenggara pemilu tidak boleh berpihak pada salah satu calon," katanya.
Secara umum, Saiful menilai independensi KPU masih diragukan. Selain itu, dia berpendapat seharusnya KPU lebih tanggap dalam merespon berbagai pengaduan yang disampaikan oleh Bawaslu sehingga kecurangan yang terjadi dapat langsung direspon tanpa harus memberikan beban bagi MK.
"Sekarang proses di MK sudah berjalan, maka harus dijalani," tambahnya.
Sebelumnya, Kordinator Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) Gandi Parapat meyakini putusan MK dalam sidang gugatan ini demi kepentingan bangsa.
"Gugatan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam sengketa Pemilu Presiden di MK merupakan bagian dari kemajuan demokrasi di Indonesia. Kita harus menghormati dan mendukung upaya hukum itu. Tidak usah ditanggapi berlebihan," ujar Gandi Parapat.
Gandi mengatakan, tanggapan yang berlebihan dari berbagai kalangan justru bisa memunculkan persoalan baru. Lebih baik antarpendukung maupun masyarakat bersabar menunggu sambil mengikuti perkembangan proses sidang gugatan tersebut.
"Gugatan Prabowo-Hatta itu akan membawa nilai positif buat bangsa ini. Bangsa luar yang mengikuti proses demokrasi di Indonesia, tentunya semakin tertarik. Proses demokrasi ini yang kemudian membuat bangsa asing tidak takut untuk berinvestasi di negeri ini. Sebab, demokrasinya sudah teruji dan berjalan baik," katanya.
*pks.or.id