Media adalah salah satu pilar demokrasi. Dengan demokrasi maka distribusi kekuasaan dapat dilakukan, baik kekuasaan politik maupun ekonomi.
PKSTapos__Media
massa dan politik kadang seperti dua orang yang sedang duduk di kursi panjang
yang sama. Kadang bisa berhadapan. Lalu kadang bisa berjalan beriringan.
Politik punya kepentingan, media massa juga punya kepentingan. Politisi-politisi
menggunakan media massa untuk mengkonstruksi kharisma mereka didepan publik.
Tak heran, saat ini banyak politisi-politisi yang kemudian terjun ke industri
media. Usaha tersebut bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan ekonomis, namun
juga untuk mendukung kepentingan politik mereka.
Sedikit kita ulas tentang apa yang terjadi di kalangan redaksi di Indonesia
ketika terjadi kasus meluapnya lumpur di Sidoarjo. Lumpur yang luber di area
pertambangan Lapindo Brantas menenggelamkan ribuan rumah warga. Saat lumpur bertamu ke Sidoarjo, umumnya
media massa menaruh kesalahan itu pada Bakrie. Tapi tidak bagi grup media
Bakrie. Grup media bakrie ingin menariknya pada kutub persoalan kejadian alam.
Bukan karena kesalahan pengeboran perusahaan milik sang bos.
Beberapa
peristiwa akhir-akhir ini setidaknya cukup memberikan gambaran apa yang mungkin
akan terjadi dalam konstelasi politik Indonesia. Hal itu terlihat pada kubu
Ical-Golkar yang memang sudah jauh mempersiapkan medianya sebagai mesin
pencitraan politik. Ical yang sekarang resmi sebagai calon presiden dari Golkar
memiliki ANTV dan TVOne yang sudah siap-siap mendukung “sang
ayah” buat mendulang suara. Di sisi lain kedua
media juga terkesan “galak“ terhadap SBY-Demokrat.
SBY-Demokrat
sendiri hanya memiliki Jurnal Nasional dan Jurnal Lokal (koran-koran lokal, eg. Jurnal
Depok) untuk menyuarakan kepentingan
partai. Kedua koran ini pun tidak punya oplah yang mencukupi agar memiliki
pengaruh besar di pembaca. Oleh karena itu salah satu strategi yang mungkin
dilakukan SBY adalah mengangkat Dahlan Iskan yang kita tau sebagai pemilik Jawa
Pos (51 TV Swasta (36 beroprasi,sisanya sedang dipersiapkan) dan pemilik media
cetak terbesar Jawa Pos) untuk mendukung pemerintahannya meski afiliasinya
belum jelas.
Media adalah salah satu pilar demokrasi. Dengan demokrasi maka
distribusi kekuasaan dapat dilakukan, baik kekuasaan politik maupun ekonomi.
Kenapa itu bisa terjadi? Karena media berperan sebagai sebuah alat kontrol
sosial yang mencegah munculnya monopoli kekuasaan oleh pihak tertentu. Pertanyaannya
kemudian adalah, bagaimana jika kemudian pihak-pihak yang berkuasa secara
ekonomi dan politik justru memiliki media, bahkan memiliki beberapa media
sekaligus. Dari cetak hingga portal berita di internet.
Kepemilikan banyak media di satu group bukan saja mendatangkan
keuntungan finansial namun juga berpotensi untuk mendominasi opini publik.
Meningkatnya pengguna internet, baik blogger maupun pengguna media sosial
lainnya (facebook dan twitter), yang diharapkan mampu melawan dominasi opini
publik dari media arus utama (mainstream) pun nampak kedodoran. Bahkan para
pengguna internet itu cenderung mengekor opini publik bentukan media mainstream
yang telah dimiliki oleh segelintir orang kaya di Indonesia itu.
Nah, bagaimana dengan PKS yang sampai saat ini tidak punya media
yang secara luas diakui oleh publik. Baru beberapa wilayah yang coba
memanfaatkan media sebagai corong informasi kegiatan PKS diwilayahnya sebut
saja beberapa membuat blog atau webside yang ramai dikunjungi seperti PKS
Piyungan atau www.pks.or.id, itupun baru sebatas pemberitaan kegiatan belum
sampai ke tataran memainkan isu di lapangan.
Yang lebih parah lagi adalah, kader-kader kita kadang-kadang lebih
mempercayai berita-berita terkait internal dari luar (media massa) sebelum
mereka mengecek kebenarannya dari dalam. Femomena ini yang sesungguhnya harus
kita rubah. Kita dibekali Siqoh terhadap jam’ah ini, kita diajari tabayun
terhadap semua informasi haruslah menggunakan tool’s ini sebagai timbangan dalam mencari informasi.
Selain itu media bukanlah momok atau lawan kita meski kadang
menyudutkan kita, media seperti dua buah pisau yang dapat melukai kita namun
jika dimanfaatkan dengan benar akan menjadi senjata yang efektif dalam
mendukung perjalanan dakwah ini.
Salah satu contohnya, adalah media sebagai alat publikasi. Ada satu persepsi yang salah jika setiap
kegiatan yang kita buat jika kita menghendaki diberitakan harus mengeluarkan
uang untuk bayar advertorial atau memberikan ongkos untuk wartawan yang datang.
Yang perlu ditanamkan adalah kita butuh
publikasi, wartawan butuh berita, artinya ketika kita bisa membuat kegiatan
yang dapat diberitakan itu merupakan imbal balik yang setimpal.
Maka strategi kita harus cerdas dalam membuat suatu kegiatan.
Contohnya, sering kita membuat baksos di mana-mana, namun untuk publikasi
sepertinya agak sulit, ada 10 kegiatan baksos yang naik ke media hanya 1 atau 2
lainnya tidak. Strategi apa kira-kira yang kita perlu lakukan. Kuncinya adalah seunik dan semenarik apa kegiatan untuk dapat di tayangkan di
media, jika tidak menarik Insyaallah
kegiatan kita tidak akan terpublis di media. Khusus untuk baksos coba kita buat
baksos yang unik misalnya “baksos 100
guru tertua di depok”, “baksos untuk
100 pejuang di depok”, atau “baksos
untuk wartawan se-depok”. Mungkin baksos yang digelar sama namun dengan
embel-embel 100 ter-tua, 100 pejuang, wartawan se-depok akan lebih dapat
diberitakan karena keunikannya. Dalam tulisan ini hanya ilustrasi namun
gambarannya adalah jika kegiatan menarik maka akan mudah untuk masuk. Sama
halnya jika ada gula maka Insyaallah
semut akan berdatangan.
Sama halnya dengan para anggota dewan dan pejabat yang ingin di
publikasi, hendaknya mereka mendesain kegiatan yang akan dilakukan tidak hanya
sekedar ada kegiatan, karena terkadang kegiatan yang tak terencana akan
mendatangkan satu atau dua kebaikan namun jika dilakukan degan desain maka
tidak hanya kebaikan bagi orang tersebut namun untuk jamaah ini juga. Misalnya
anggota dewan yang ingin memberikan bantuan beasiswa atau uang pendidikan, jika
hanya diberikan kepada orang miskin saja itu mendapatkan dua kebaikan dia dan
orang itu , namun jika jeli melihat peluang, sebut saja jika beasiswa itu di
berikan kepada salah satu anak pejabat depok tempo dulu yang memang membutuhkan,
maka dia, orang yang di bantu dan jamaah akan mendapat kebaikan yang terpublis
ke masyarakat “PKS Care dengan pejabat
lama”. Wallahu’alam bisshowab.
*Media Center DPD Depok