Kamis, 24 Mei 2012

Media dan Strategi Politik




Media adalah salah satu pilar demokrasi. Dengan demokrasi maka distribusi kekuasaan dapat dilakukan, baik kekuasaan politik maupun ekonomi.

PKSTapos__Media massa dan politik kadang seperti dua orang yang sedang duduk di kursi panjang yang sama. Kadang bisa berhadapan. Lalu kadang bisa berjalan beriringan. Politik punya kepentingan, media massa juga punya kepentingan. Politisi-politisi menggunakan media massa untuk mengkonstruksi kharisma mereka didepan publik. Tak heran, saat ini banyak politisi-politisi yang kemudian terjun ke industri media. Usaha tersebut bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan ekonomis, namun juga untuk mendukung kepentingan politik mereka.

Sedikit kita ulas tentang apa yang terjadi di kalangan redaksi di Indonesia ketika terjadi kasus meluapnya lumpur di Sidoarjo. Lumpur yang luber di area pertambangan Lapindo Brantas menenggelamkan ribuan rumah warga. Saat lumpur bertamu ke Sidoarjo, umumnya media massa menaruh kesalahan itu pada Bakrie. Tapi tidak bagi grup media Bakrie. Grup media bakrie ingin menariknya pada kutub persoalan kejadian alam. Bukan karena kesalahan pengeboran perusahaan milik sang bos.

Beberapa peristiwa akhir-akhir ini setidaknya cukup memberikan gambaran apa yang mungkin akan terjadi dalam konstelasi politik Indonesia. Hal itu terlihat pada kubu Ical-Golkar yang memang sudah jauh mempersiapkan medianya sebagai mesin pencitraan politik. Ical yang sekarang resmi sebagai calon presiden dari Golkar memiliki ANTV dan TVOne yang sudah siap-siap mendukung “sang ayah” buat mendulang suara. Di sisi lain kedua media juga terkesan “galak“ terhadap SBY-Demokrat.

SBY-Demokrat sendiri hanya memiliki Jurnal Nasional dan Jurnal Lokal (koran-koran lokal, eg. Jurnal Depok) untuk menyuarakan kepentingan partai. Kedua koran ini pun tidak punya oplah yang mencukupi agar memiliki pengaruh besar di pembaca. Oleh karena itu salah satu strategi yang mungkin dilakukan SBY adalah mengangkat Dahlan Iskan yang kita tau sebagai pemilik Jawa Pos (51 TV Swasta (36 beroprasi,sisanya sedang dipersiapkan) dan pemilik media cetak terbesar Jawa Pos) untuk mendukung pemerintahannya meski afiliasinya belum jelas.

Media adalah salah satu pilar demokrasi. Dengan demokrasi maka distribusi kekuasaan dapat dilakukan, baik kekuasaan politik maupun ekonomi. Kenapa itu bisa terjadi? Karena media berperan sebagai sebuah alat kontrol sosial yang mencegah munculnya monopoli kekuasaan oleh pihak tertentu. Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana jika kemudian pihak-pihak yang berkuasa secara ekonomi dan politik justru memiliki media, bahkan memiliki beberapa media sekaligus. Dari cetak hingga portal berita di internet.

Kepemilikan banyak media di satu group bukan saja mendatangkan keuntungan finansial namun juga berpotensi untuk mendominasi opini publik. Meningkatnya pengguna internet, baik blogger maupun pengguna media sosial lainnya (facebook dan twitter), yang diharapkan mampu melawan dominasi opini publik dari media arus utama (mainstream) pun nampak kedodoran. Bahkan para pengguna internet itu cenderung mengekor opini publik bentukan media mainstream yang telah dimiliki oleh segelintir orang kaya di Indonesia itu. 

Nah, bagaimana dengan PKS yang sampai saat ini tidak punya media yang secara luas diakui oleh publik. Baru beberapa wilayah yang coba memanfaatkan media sebagai corong informasi kegiatan PKS diwilayahnya sebut saja beberapa membuat blog atau webside yang ramai dikunjungi seperti PKS Piyungan atau www.pks.or.id, itupun baru sebatas pemberitaan kegiatan belum sampai ke tataran memainkan isu di lapangan.

Yang lebih parah lagi adalah, kader-kader kita kadang-kadang lebih mempercayai berita-berita terkait internal dari luar (media massa) sebelum mereka mengecek kebenarannya dari dalam. Femomena ini yang sesungguhnya harus kita rubah. Kita dibekali Siqoh terhadap jam’ah ini, kita diajari tabayun terhadap semua informasi haruslah menggunakan tool’s ini sebagai timbangan dalam mencari informasi.

Selain itu media bukanlah momok atau lawan kita meski kadang menyudutkan kita, media seperti dua buah pisau yang dapat melukai kita namun jika dimanfaatkan dengan benar akan menjadi senjata yang efektif dalam mendukung perjalanan dakwah ini.

Salah satu contohnya, adalah media sebagai alat publikasi. Ada satu persepsi yang salah jika setiap kegiatan yang kita buat jika kita menghendaki diberitakan harus mengeluarkan uang untuk bayar advertorial atau memberikan ongkos untuk wartawan yang datang. Yang perlu ditanamkan adalah kita butuh publikasi, wartawan butuh berita, artinya ketika kita bisa membuat kegiatan yang dapat diberitakan itu merupakan imbal balik yang setimpal.

Maka strategi kita harus cerdas dalam membuat suatu kegiatan. Contohnya, sering kita membuat baksos di mana-mana, namun untuk publikasi sepertinya agak sulit, ada 10 kegiatan baksos yang naik ke media hanya 1 atau 2 lainnya tidak. Strategi apa kira-kira yang kita perlu lakukan. Kuncinya adalah seunik dan semenarik apa kegiatan untuk dapat di tayangkan di media, jika tidak menarik Insyaallah kegiatan kita tidak akan terpublis di media. Khusus untuk baksos coba kita buat baksos yang unik misalnya “baksos 100 guru tertua di depok”, “baksos untuk 100 pejuang di depok”, atau “baksos untuk wartawan se-depok”. Mungkin baksos yang digelar sama namun dengan embel-embel 100 ter-tua, 100 pejuang, wartawan se-depok akan lebih dapat diberitakan karena keunikannya. Dalam tulisan ini hanya ilustrasi namun gambarannya adalah jika kegiatan menarik maka akan mudah untuk masuk. Sama halnya jika ada gula maka Insyaallah semut akan berdatangan.

Sama halnya dengan para anggota dewan dan pejabat yang ingin di publikasi, hendaknya mereka mendesain kegiatan yang akan dilakukan tidak hanya sekedar ada kegiatan, karena terkadang kegiatan yang tak terencana akan mendatangkan satu atau dua kebaikan namun jika dilakukan degan desain maka tidak hanya kebaikan bagi orang tersebut namun untuk jamaah ini juga. Misalnya anggota dewan yang ingin memberikan bantuan beasiswa atau uang pendidikan, jika hanya diberikan kepada orang miskin saja itu mendapatkan dua kebaikan dia dan orang itu , namun jika jeli melihat peluang, sebut saja jika beasiswa itu di berikan kepada salah satu anak pejabat depok tempo dulu yang memang membutuhkan, maka dia, orang yang di bantu dan jamaah akan mendapat kebaikan yang terpublis ke masyarakat “PKS Care dengan pejabat lama”. Wallahu’alam bisshowab.

*Media Center DPD Depok