PKSTapos__ Denpasar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih fokus pada program pencegahan
tindak pidana korupsi. "Jangan hanya penindakan, KPK juga harus fokus
pada pencegahan," kata Wakil Sekjen DPP PKS Fahri Hamzah, di Denpasar,
Sabtu malam (2/6).
Menurutnya, pencegahan lebih mulia daripada penindakan. Apalagi pencegahan itu, lanjut dia, telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun dia melihat selama ini KPK lebih mengutamakan penindakan daripada pencegahan. "Memang kalau penindakan banyak mengundang tepuk tangan. Tapi ingat, penindakan itu banyak dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu," katanya dalam Dialog Kebangsaan: Demokrasi, Transisi, dan Korupsi yang dihadiri ratusan kader dan simpatisan PKS se-Provinsi Bali itu.
Lebih lanjut Fahri berpendapat bahwa penindakan lebih bersifat destruktif sehingga program pemberantasan korupsi tidak berjalan efektif. Apalagi yang terkena tindakan KPK lebih banyak akibat faktor kesalahan prosedur.
"Dari situlah kami dapat menyimpulkan bahwa hukum di Indonesia penuh dengan ketidakjelasan. Penindakan seharusnya jadi senjata pamungkas, sedangkan pencegahan sebagai alat untuk membangun sistem sehingga kalau sistem itu berjalan efektif, maka tidak ada lagi tindakan korupsi," kata anggota Komisi VI DPR itu.
Ia membandingkan perilaku koruptif pada era 1970-an yang dampaknya tidak sebesar era Reformasi atau setelah disahkannya UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor.
"Dulu korupsi memang betul-betul untuk mempercepat program pembangunan karena pembangunan tidak akan berjalan akibat hambatan birokratis," kata mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, itu.
Justru setelah ada UU Tipikor, kasus korupsi makin marak. "Hal ini salah satu bukti sistem tidak jalan akibat mengutamakan penindakan," kata Fahri.
Meskipun demikian, dia sangat setuju pelaku korupsi diganjar dengan hukuman seberat-beratnya dan penindakannya pun tidak terkesan tebang pilih.
"Jangan beraninya pada kasus kecil, tapi kasus besar seperti dana talangan Bank Century senilai Rp6,7 triliun juga harus ditindak. KPK itu ibarat bazooka, tidak tepat untuk membunuh nyamuk," kata Fahri bertamsil.
Menurutnya, pencegahan lebih mulia daripada penindakan. Apalagi pencegahan itu, lanjut dia, telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun dia melihat selama ini KPK lebih mengutamakan penindakan daripada pencegahan. "Memang kalau penindakan banyak mengundang tepuk tangan. Tapi ingat, penindakan itu banyak dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu," katanya dalam Dialog Kebangsaan: Demokrasi, Transisi, dan Korupsi yang dihadiri ratusan kader dan simpatisan PKS se-Provinsi Bali itu.
Lebih lanjut Fahri berpendapat bahwa penindakan lebih bersifat destruktif sehingga program pemberantasan korupsi tidak berjalan efektif. Apalagi yang terkena tindakan KPK lebih banyak akibat faktor kesalahan prosedur.
"Dari situlah kami dapat menyimpulkan bahwa hukum di Indonesia penuh dengan ketidakjelasan. Penindakan seharusnya jadi senjata pamungkas, sedangkan pencegahan sebagai alat untuk membangun sistem sehingga kalau sistem itu berjalan efektif, maka tidak ada lagi tindakan korupsi," kata anggota Komisi VI DPR itu.
Ia membandingkan perilaku koruptif pada era 1970-an yang dampaknya tidak sebesar era Reformasi atau setelah disahkannya UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor.
"Dulu korupsi memang betul-betul untuk mempercepat program pembangunan karena pembangunan tidak akan berjalan akibat hambatan birokratis," kata mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, itu.
Justru setelah ada UU Tipikor, kasus korupsi makin marak. "Hal ini salah satu bukti sistem tidak jalan akibat mengutamakan penindakan," kata Fahri.
Meskipun demikian, dia sangat setuju pelaku korupsi diganjar dengan hukuman seberat-beratnya dan penindakannya pun tidak terkesan tebang pilih.
"Jangan beraninya pada kasus kecil, tapi kasus besar seperti dana talangan Bank Century senilai Rp6,7 triliun juga harus ditindak. KPK itu ibarat bazooka, tidak tepat untuk membunuh nyamuk," kata Fahri bertamsil.