illustrasi today.co.id
Sungguh bijak sikap yang diperlihatkan oleh Partai keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusung Hidayat Nur Wahid sebagai calon gubernur DKI Jakarta. PKS, dalam hal ini Tim Hidayat-Didik tak akan
meneruskan persoalan penodongan pistol ke polisi. Seperti yang ditulis suaranews.com ,Tim Hidayat-Didik
merasa urusan soal pelarangan pemasangan spanduk oleh seorang pengusaha
itu sudah diselesaikan. Walau sempat diintimidasi dengan pistol, tim
Hidayat-Didik legowo.
"Sudah diselesaikan kekeluargaan. Ya
namanya tetangga," kata anggota DPRD DKI Tubagus Arief saat
dikonfirmasi, Senin (4/6/2012).
Pemasangan spanduk itu terjadi
pada Sabtu (2/6) malam di Posko Hidayat-Didik di kawasan Rawa Badak,
Jakarta Utara. Saat itu, sang pengusaha dengan anak buahnya yang
berambut cepak bahkan sempat menyatroni posko Hidayat-Didik dan
mencabuti seluruh spanduk.
Mereka marah-marah dengan pemasangan
spanduk itu. Hingga akhirnya persoalan itu dibawa ke tingkat RW. Sang
pengusaha, saat perundingan damai itu, kemudian menunjukkan pistolnya,
sebagai bentuk intimidasi.
"Saya tidak melihat langsung kejadian itu. Hanya kata teman-teman ya begitu," jelasnya.
Tubagus
melihat persoalan ini sudah selesai. Semua hanya salahpaham soal
pengertian sosialisasi dan kampanye. "Kita demi kerukunan tetangga. Kita
anggap selesai," tuturnya.
Kejadian intimidasi tersebut
terjadi Sabtu malam di daerah Rawa Badak, berikut kejadiannya
berdasarkan rilis yang diterima dari tim Hidayat-Didik, Minggu (3/6):
Relawan
Hidayat-Didiek yang tengah memasang spanduk dan banner di daerah RW 07,
Kelurahan Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara, Sabtu (2/5) malam di
datangi oleh sejumlah oknum berambut cepak yang diduga menjadi beking
seorang pengusaha besi tua di kawasan itu. Mereka meminta sejumlah
relawan yang tengah memasang spanduk dan banner pasangan Hidayat-Didiek
untuk menurunkan semua spanduk dan banner yang sudah dipasang.
Alasan
mereka, tidak ada izin dari RT/RW setempat. Namun, ketika dijawab bahwa
tidak ada aturan yang mengharuskan adanya izin dari RT/RW, sejumlah
pria berambut cepak tersebut marah dan mengancam akan mematahkan kaki
para relawan. Nyatanya, banner dan spanduk kandidat lain tidak pernah
diusik, pemasangannya tidak ada izin dari RT/RW setempat.
Selanjutnya,
relawan Hidayat-Didiek kembali ke posko, tapi ternyata sekelompok orang
suruhan pengusaha besi bekas tersebut tidak puas. Mereka mendatangi
posko relawan, yang juga rumah anggota DPRD DKI Jakarta dari PKS,
Tubagus Arif. Atas perintah pengusaha besi tua yang ikut menyerbu posko
relawan tersebut, mereka melepasi banner yang terpasang di tiang depan
rumah Tubagus.
Sang pengusaha mendatangi para relawan yang
berkumpul di dalam rumah Tubagus Arif. Ia menantang dan mencengkram baju
salah seorang relawan hingga bajunya sobek, juga mengangkat tangan
hendak memukul salah seorang relawan. Namun, situasi dapat dikendalikan
sehingga tidak sempat terjadi keributan. Tak berapa lama pengusaha dan
para pembekingnya pun meninggalkan posko. Di perjalanan mereka mencopoti
banner Hidayat-Didiek.
Namun sang pengusaha yang dipanggil 'Si
Bos' ini ternyata belum puas. Ia menyuruh seorang oknum TNI yang
menjadi bekingnya untuk memanggil salah seorang relawan, Nurdiansyah.
Dengan harapan
persoalan bisa segera tuntas,
Nurdiansyah dan sejumlah relawan mendatangi rumah 'Si Bos'. Dalam
pertemuan, 'Si Bos' memaksa agar relawan Hidayat-Didiek meminta maaf
kepadanya, dan mengatakan, "Untung tidak saya siram pake ini," seraya
menunjukkan senjata api. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh pengurus
RW, yang sejak kejadian lebih banyak diam ketimbang menengahi keributan.
Sedangkan, ketua tim advokasi Hidayat-Didiek, Zainuddin
Paru, menyatakan arogansi dan aksi premanisme seperti itu tidak bisa
dibenarkan dan hanya akan mencederai demokrasi. Ia mengharapkan Pilkada
berlangsung dengan aman, tertib, jujur, dan adil. Paru menilai aksi yang
dilakukan oleh pengusaha di Rawa Badak dan oknum TNI itu berlawanan
dengan prinsip-prinsip demokrasi.