Rabu, 24 April 2013

Sebuah Catatan Kaki untuk Ahmad Heryawan

| Agar kemenangan berbuah kemenangan


" ... pengalaman Ahmad Heryawan menjadi Gubernur Jawa Barat selama lima tahun kebelakang harus menjadi pelajaran penting dalam menghadapi sikap bawahannya yang sering membangkang dalam hal pelaksanaan program kerja yang sudah ditetapkan dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintahan Daerah "

Pemilihan Gubernur Jawa Barat sudah usai,  Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar keluar sebagai pemenang, tidak adanya kerusuhan dan kekerasan dalam koteks pemilu  di provinsi terbesar seluruh Indonesia ini tentu saja menjadi sesuatu hal yang perlu di syukuri dan bisa menjadi tolak ukur kedewasaan rakyat Indonesia dalam berdemokrasi di era modern ini, semua keberatan disalurkan pada kanal yang sudah di sediakan oleh konstitusi.
Kemenangan Ahmad  Heryawan dan Deddy Mizwar sudah seharusnya ditransformasi menjadi kemenangan rakyat Jawa Barat keseluruhan, kita sangat tidak menginginkan kemenangan ini hanya dinikmati oleh kalangan tertentu seperti partai-partai pendukung, orang-orang terdekat, dan pada saat yang sama melupakan hajat masyarakat banyak.
Yang perlu diwaspadai oleh seluruh stake holder  provinsi Jawa Barat bahwa kemenangan itu selalu menggoda semua pihak untuk meminta jatah kompensasi , padahal bila dikaitkan dalam proses perjuangan membangun Jawa Barat sangat tidak layak untuk meminta kompensasi seperti itu , Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar harus menyadari ini.
Oleh karena itu ada dua syarat yang harus diperhatikan oleh Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar selaku pemangku amanah orang nomor satu di Jawa Barat ini; pertama, kejelasan orientasi kerja seluruh jajaran pemerintahan provinsi Jawa Barat  beserta dua puluh tujuh pemerintahan tingkat Kota dan Kabupaten. kedua, soliditas seluruh pemerintahan dalam pelaksanaan program –program kerja sehingga eksekusinya tajam dan akurat mengenai masyarakat.
Kejelasan orientasi, artinya semua jajaran kepala dinas, kepala OPD, dan jabatan sejajarnya tahu betul apa yang menjadi targetan –targetan-nya dan juga mengetahui betul parameter keberhasilan yang harus dipenuhi , seluruh sarana harus dipakai untuk mengorientasikan seluruh jajaran pemrpov pada arah yang sama.
Semua orang harus memastikan kepada dinas dan jajaran birokrasi yang akan melaksanakan program kerja tersebut sudah memenuhi lima unsur yang sering disingkat dengan “SMART”,  Spesific, artinya sejauh mana tingkat kejelasan tujuan dan sasaran serta parameter keberhasilan program kerja. Measurable, sejuh mana tingkat kemungkianan pelaksanaannya harus diperiksa kesesuaian antara sumber daya dan beban kerja yang akan dilaksankan .Attainable, sejauh mana targetan dapat dicapai,realistist pencapaian harus disesuaikan dengan dana yang ada.time base, artinya watu yang akan dipakai cukup untuk mencapai tujuan dari program tersebut.
Soliditas artinya semua bersatu padu dalam melaksanakan hasil–hasil orientasi  tersebut, kepala dinas harus melaksankan targetan-targetan tersebut tanpa terkecuali, tidak boleh ada penolakan apa lagi pembangkangan, tentu saja bukan berarti kepada dinas dan pejabat yang sejajarnya bukan tidak bisa memberikan masukan dan atau revisi targetan. Namun bila setelah pembahasan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah banyak sekail perubahan-perubahan revisi maka ini artinya para pejabat sedari awal tidak serius dalam merencanakan programnya sendiri, dan tentu ini merugikan masyarakat Jawa Barat.
Perlu dipikirkan mekanisme yang lebih efektif agar kepala dinas dan pejabat yang sejajar bisa lebih serius dalam menentukan program kerja, sasaran dan parameter keberhasilannya, bisa dipertimbangkan pakta integritas kesiapan untuk mundur dari jabatannya apa bila gagal dalam melaksanakan program kerja yang diperintahkan oleh Gubernur.
Selain itu perlu juga membangun kesepahaman bersama dua puluh tujuh kota kabupaten untuk meyelaraskan program-program kerja yang menjadi kebutuhan masyarakat, hal ini menjadi penting setidaknya dikarenakan dua hal. Pertama, yang mempunyai teritori sesungguhnya adalah tingkat kota kabupaten mengingat bahwa kewenangan otonom daerah ada di tingkat kota kabupaten. Kedua; pemerintah kota dan kabupaten lebih menguasai daerahnya masing-masing daripada pemerintahan provinsi.
Namun kordinasi dengan pemerintahan tingkat kota dan kabupaten bukan berarti tanpa kendala, ada dua hal yang perlu diperhatikan, pertama; kepala daerah tingkat kota dan/atau kabupaten sering berlindung dibalik regulasi otonomi daerah untuk menolak arahan program kerja baik secara langsung ataupun tidak langsung. Kedua, perbedaan latar belakang politik, sangat disayangkan memang bila ini masih menjadi kendala tapi sebagai catatan penulis tahu ada satu daerah kota dan/atau kabupten yang menolak bantuan dari tingkat provinsi hanya dikarenakan sebab kedua tadi.
Tentu saja Ahmad Heryawan dan Dedy Mizwar tidak bisa menekan kepada daerah tingkat Kota dan/atau Kabupaten sekeras jajaran Pemerintahan Provinsi Jawa barat, tapi tentunya perlu ada sistem punishment and reward bagi pemerintah daerah tingkat Kota dan/atau Kabupaten yang sangat koperatif dalam membangun Provinsi Jawa Barat. Misal besaran pembagian DAU dan DAK dari Pemerintahan provinsi kepada pemerintahan Kota/kabupten disesuaikan dengan tingkat koperatifnya. Sehingga setidaknya ini diharapkan bisa menjadi semacam alat penekan agar prioritas pembangunan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat juga diperhatikan oleh pemerintah Kota dan/atau Kabupaten.
Pada akhir tulisan ini penulis ingin menekankan bahwa pengalaman Ahmad Heryawan menjadi Gubernur Jawa Barat selama lima tahun kebelakang harus menjadi pelajaran penting dalam menghadapi sikap bawahannya yang sering membangkang dalam hal pelaksanaan program kerja yang sudah ditetapkan dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintahan Daerah, karena bagaimanapun juga bila pemerintahan ini tajam dalam mengeksekusi program kerja dan mengenai sasaran dengan tepat penulis yakin kemenangan Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar akan membuahkan kemenangan bagi seluruh rakyat Jawa Barat. []
Anwar Yasin
Anggota Komisi A DPRD Jawa Barat dari Fraksi PKS (Dapil Cirebon - Indramayu)