BANDUNG - Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa
Indonesia Teritori Jabar, menyampaikan aspirasi yaitu menolak kompensasi
BLSM. Aspirasi tersebut, disampaikan mahasiswa pada audiensi dengan
perwakilan Komisi-Komisi di DPRD Jabar, Senin Sore (1/7) di ruang Komisi
B DPRD Jabar.
Perwakilan mahasiswa dalam audiensi tersebut, selain menyampaikan
beberapa aspirasi. Pertama, menolak program kompensasi BLSM dan
kembalikan anggaran untuk program kompensasi BLSM pada anggaran subsidi
BBM.
Kedua, kendalikan tariff transporasi, distribusi dan harga jual barang
yang membengkak naik akibat kenaikan harga BBM. Ketiga, melakukan
efisiensi pos anggaran birokrasi untuk menutupo anggaran belanja.
Keempat, optimalisasi target penerimaan pajak untuk menutupi anggaran
belanja dan pengeluaran dalam APBN, sehingga tidak perlu untuk
mengurangi subsidi BBM. Kelima, optimalisasi infrastruktur konversi BBM
dan industry substitusi/komplementer BBM.
Keenam, benahi dan tingkatkan sarana transportasi public untuk
mengurangi konsumsi BBM serta ketujuh, nasionalisasi asset Negara oleh
BUMN Pertamina.
Mahasiswa, atas penolakan kebijakan pemerintah tersebut memaparkan
beberapa pertimbangan. Menurut, mahasiswa Indonesia merupakan salah
satu Negara penghasil BBM terbesar di dunia. Namun, faktanya Indonesia
sampai saat ini belum memiliki ketahanan energy.
Kondisi ini disebabkan, political wiil dari pemerintah untuk upaya
preventif ketahanan energy tidak dilakukan secara optimal. Hal tersebut,
dibuktikan dengan kondisi : langkah nasionalisasi asset tidak maksimal,
sebagai bukti Pertamina hanya memiliki 20% dari total saham migas di
Indonesia.
Bukti berikutnya, produksi BBM dalam negeri hanya menembus angka
840.000 barel/hari dari total kebutuhan dalam negeri yang menembus angka
1.600.000 barel/hari serta infrastruktur konversi energy non migas
masih belum siap dan penyiapan transporasi public yang layak belum
mengalami peningkatan secara signifikan/Akibat kenaikan BBM,pada 22 Juni
2013, menimbulkan beberapa efek antara lain : tariff transporasi naik
10% sampai 15% sehingga menaikkan kisaran harga barang 10% sampai 30%
sehingga omset pedagang dan daya beli masyarakat menurun.
Sementara itu, BLSM sebagai solusi atas dampak negative kenaikan BBM,
dengan besaran BLSM sebesar Rp.150.000 per Kepala Keluarga sehingga
jumlah BLSM tidak berimbang dengan akibat kenaikan BBM yang dihadapi
masyarakat.
Potensi penyimpangan BLSM dalam alur distribusi cukup tinggi karena
banyak orang miskin baru yang belum terdata secara resmi sementara
pemberian BLSM menggunakan data lama.