Uang tak selalu berkuasa dalam
pemilu legislatif. Raska membuktikan hal itu. Bermodal dari usaha
bengkel tambal ban pun cukup untuk mengantarkannya ke kursi DPRD Subang,
Jawa Barat.
| Bayu Putra, Subang
RAPAT pleno penghitungan suara KPUD
Kabupaten Subang, Jawa Barat, tuntas pada 25 April lalu. Meski belum
diumumkan secara resmi, Raska sudah bisa tersenyum. Hasil rekapitulasi
di tingkat kabupaten menunjukkan bahwa dia mendapat 1.802 suara di
daerah pemilihan (dapil) Cikaum, Purwadadi, Binong, dan Tambak Dahan.
Perolehan tersebut sudah cukup untuk
mengantarkan caleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu ke gedung DPRD
Subang. Sebab, suara caleg nomor urut lima itu juga masih disokong
perolehan suara PKS di kabupaten tersebut. Di dapil Raska, PKS
mendapatkan suara 8.129 dari hasil mencoblos tanda gambar partai.
Senyum pria 41 tahun itu tampak jelas
saat ditemui di kediamannya pada hari yang sama. Rumah Raska di Desa
Sindangsari, Kecamatan Cikaum, Subang, cukup sederhana meski bangunannya
permanen. Teras rumah berukuran 5 x 2,5 meter diubahnya menjadi toko
aksesori motor.
Kemudian, teras samping rumahnya yang
berbagi dengan tetangga dia jadikan bengkel kecil dan lokasi usaha
tambal ban. Terdapat sebuah kompresor, tungku, timba kecil, dan beberapa
perkakas yang biasa dijumpai jika para pemotor hendak menambal ban yang
bocor.
Sebuah rak kayu tempat menjual bensin
eceran melengkapi usaha bengkel motornya. Bermula dari usaha tambal ban
itulah, perlahan perekonomian keluarga Raska berkembang. Usaha tersebut
diritis pada 2000. Kala itu, di desanya belum ada yang membuka usaha
tambal ban.
“Saya hanya melihat peluang, karena
sebelumnya pengangguran. Jadi, saya coba,” tuturnya. Rata-rata, dalam
sehari bengkel Raska menangani 10 ban bocor.
Berwiraswasta memungkinkan Raska untuk
aktif di organisasi politik. PKS menjadi pilihannya. Keaktifan pria asli
Subang itu membuat DPC PKS Subang memercayainya untuk menjadi caleg.
Menurut Raska, pencalonannya bukan atas inisiatif diri sendiri,
melainkan permintaan partai. Dia pun tidak mengeluarkan modal awal untuk
pencalonan.
Saat diminta menjadi caleg, Raska banyak
berbicara dengan sang istri, Een Nurhayati. Setelah berdiskusi panjang
dan banyak pertimbangan, Een pun menyetujui keputusan Raska untuk
nyaleg. Dukungan Een itu salah satunya meneruskan usaha sang suami
selama dia nyaleg.
Saat namanya muncul dalam daftar caleg
sementara, Raska langsung bergerak. Dia memulai sosialisasi kepada warga
di daerah pemilihan (dapil)-nya. Dia aktif turun untuk menyapa warga
nyaris setiap hari.
Dia pun mengadakan pertemuan dan diskusi
informal di setiap sudut dapilnya.
“Saya memilih berkampanye dengan
cara tersebut karena modal terbatas,” ungkap Raska polos.
Jangan dibayangkan diskusi tersebut
dilakukan di ruang rapat atau meminjam balai desa. Diskusi di rumah
warga atau di warung kopi menjadi andalan. Namun, bukan berarti dia sama
sekali tidak mengeluarkan biaya.
“Tetap keluar biaya, misal untuk kopi dan
camilan” urainya. Rata-rata dia mengadakan pertemuan
informal dengan warga tiga sampai lima kali.
Aktivitas tersebut diakuinya cukup
menyita waktu. Untungnya, sebelum nyaleg dia telah mempekerjakan seorang
pemuda desa di bengkelnya. Pemuda tersebut dilatih memperbaiki
kerusakan motor ringan dan menambal ban. Soal keuangan bengkel maupun
toko aksesori motor diserahkan kepada sang istri.
Keterbatasan modal juga membuat Raska
tidak banyak nampang di poster ataupun baliho seperti kebanyakan caleg
di daerah.
“Saya hanya bikin lima baliho, diletakkan di tiap desa,”
ujarnya seraya menunjuk baliho bekas berukuran 1,2 x 1,8 meter di
rumahnya. Balihonya pun sederhana, dibingkai bambu.
Media kampanye lainnya adalah kalender
dan kaus. Namun, dia tidak mengeluarkan biaya untuk itu. Ada salah satu
caleg DPR RI yang berbaik hati menyertakan nama dan foto Raska di
kalender yang menjadi media kampanyenya. Raska hanya dimintai bantuan
untuk menyebarkan kalender tersebut kepada konstituen.
Sementara, urusan kaus menjadi
tanggungan DPC PKS Subang. Partai menyediakan sejumlah kaus untuk
dijadikan media kampanye. Selebihnya, Raska hanya bermodalkan pertemuan
informal dengan warga untuk bisa mendongkrak perolehan suara.
Rezeki Raska rupanya belum berhenti.
Pada masa kampanye, seorang wartawan televisi mewawancarai Raska perihal
kenekatannya untuk nyaleg meski bermodal cekak. Rupanya, tayangan
tentang Raska menimbulkan efek berantai. Dia mendadak terkenal karena
kenekatannya itu.
Raska memastikan tidak memberikan imbal
balik kepada sang wartawan yang mewawancarainya. “Uangnya lebih baik
untuk biaya sosialisasi ke warga,” tuturnya.
Disinggung mengenai apa yang akan
diperjuangkan di gedung dewan, Raska sempat terdiam. Ayah tiga putra itu
lalu menjelaskan, selama masa pendekatan dengan warga, ada satu
aspirasi yang disuarakan mayoritas warga. Mereka menginginkan perbaikan
infrastruktur, terutama jalan desa.
Jalan di dapil Raska mayoritas dalam
kondisi rusak parah. Jalan desa memang beraspal, tapi banyak lubang
menganga di sepanjang jalan. Ukuran lubangnya pun lebar-lebar hingga
hampir memutus kedua sisi jalan dan beberapa lumayan dalam.
Jawa Pos mengalami sendiri sulitnya
akses menuju kediaman Raska. Ojek yang mengantar Jawa Pos sejauh 10
kilometer harus berjuang untuk menghindai lubang di jalan desa. Tidak
jarang, ojek terpaksa menerabas lubang karena terlalu lebar dan nyaris
tidak menyisakan celah. Beredar kabar, kualitas dan ketinggian aspal
jalan tersebut tidak sesuai kontrak.
Aspirasi para pemilih di dapilnya itu
yang ingin disuarakan Raska. Karena itu, dia berharap bisa duduk di
komisi C (pembangunan). Namun, dia juga siap andaikata ditempatkan di
komisi lain, semisal komisi D (pendidikan dan kesra). Kebetulan, Raska
merupakan alumnus sekolah pendidikan guru (SPG). Dia menjadi lulusan
terakhir sebelum akhirnya pemerintah menghapus SPG.
Saat ini 60 persen anggota DPRD Subang
yang baru terpilih berisi muka baru, termasuk Raska. disinggung mengenai
hal tersebut, Raska berjanji banyak belajar dan tidak mengulang
kesalahan para pendahulunya.
“Dengan demikian, kepercayaan masyarakat
terhadap saya tidak akan luntur,” ujarnya.
Dengan menjadi anggota dewan, otomatis
Raska tidak lagi bisa mengurus usahanya. Meski begitu, dia memastikan
usaha tambal ban tersebut tetap ada. Jika banyak permintaan, dia akan
merekrut pegawai baru.
“Kalau saya senggang, mungkin juga akan nambal
lagi. Tapi, tidak sering,” ucapnya seraya tertawa.
Masih ada dua hal lagi yang ingin
dicapai Raska dalam hidupnya. Dia ingin menjadi pengusaha sukses dan
banyak bermanfaat bagi warga di kampungnya.
"Pokoknya, keberadaan saya
harus membawa manfaat buat warga. Jangan sampai warga justru senang
kalau saya tidak ada,” tutupnya.