Senin, 28 April 2014

Raska, Tukang Tambal Ban yang Terpilih sebagai Anggota DPRD Subang


Uang tak selalu berkuasa dalam pemilu legislatif. Raska membuktikan hal itu. Bermodal dari usaha bengkel tambal ban pun cukup untuk mengantarkannya ke kursi DPRD Subang, Jawa Barat.

| Bayu Putra, Subang

RAPAT pleno penghitungan suara KPUD Kabupaten Subang, Jawa Barat, tuntas pada 25 April lalu. Meski belum diumumkan secara resmi, Raska sudah bisa tersenyum. Hasil rekapitulasi di tingkat kabupaten menunjukkan bahwa dia mendapat 1.802 suara di daerah pemilihan (dapil) Cikaum, Purwadadi, Binong, dan Tambak Dahan.

Perolehan tersebut sudah cukup untuk mengantarkan caleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu ke gedung DPRD Subang. Sebab, suara caleg nomor urut lima itu juga masih disokong perolehan suara PKS di kabupaten tersebut. Di dapil Raska, PKS mendapatkan suara 8.129 dari hasil mencoblos tanda gambar partai.

Senyum pria 41 tahun itu tampak jelas saat ditemui di kediamannya pada hari yang sama. Rumah Raska di Desa Sindangsari, Kecamatan Cikaum, Subang, cukup sederhana meski bangunannya permanen. Teras rumah berukuran 5 x 2,5 meter diubahnya menjadi toko aksesori motor.

Kemudian, teras samping rumahnya yang berbagi dengan tetangga dia jadikan bengkel kecil dan lokasi usaha tambal ban. Terdapat sebuah kompresor, tungku, timba kecil, dan beberapa perkakas yang biasa dijumpai jika para pemotor hendak menambal ban yang bocor.

Sebuah rak kayu tempat menjual bensin eceran melengkapi usaha bengkel motornya. Bermula dari usaha tambal ban itulah, perlahan perekonomian keluarga Raska berkembang. Usaha tersebut diritis pada 2000. Kala itu, di desanya belum ada yang membuka usaha tambal ban.

“Saya hanya melihat peluang, karena sebelumnya pengangguran. Jadi, saya coba,” tuturnya. Rata-rata, dalam sehari bengkel Raska menangani 10 ban bocor.

Berwiraswasta memungkinkan Raska untuk aktif di organisasi politik. PKS menjadi pilihannya. Keaktifan pria asli Subang itu membuat DPC PKS Subang memercayainya untuk menjadi caleg. Menurut Raska, pencalonannya bukan atas inisiatif diri sendiri, melainkan permintaan partai. Dia pun tidak mengeluarkan modal awal untuk pencalonan.

Saat diminta menjadi caleg, Raska banyak berbicara dengan sang istri, Een Nurhayati. Setelah berdiskusi panjang dan banyak pertimbangan, Een pun menyetujui keputusan Raska untuk nyaleg. Dukungan Een itu salah satunya meneruskan usaha sang suami selama dia nyaleg.

Saat namanya muncul dalam daftar caleg sementara, Raska langsung bergerak. Dia memulai sosialisasi kepada warga di daerah pemilihan (dapil)-nya. Dia aktif turun untuk menyapa warga nyaris setiap hari.

Dia pun mengadakan pertemuan dan diskusi informal di setiap sudut dapilnya. 

“Saya memilih berkampanye dengan cara tersebut karena modal terbatas,” ungkap Raska polos.

Jangan dibayangkan diskusi tersebut dilakukan di ruang rapat atau meminjam balai desa. Diskusi di rumah warga atau di warung kopi menjadi andalan. Namun, bukan berarti dia sama sekali tidak mengeluarkan biaya. 

“Tetap keluar biaya, misal untuk kopi dan camilan” urainya. Rata-rata dia mengadakan pertemuan informal dengan warga tiga sampai lima kali.

Aktivitas tersebut diakuinya cukup menyita waktu. Untungnya, sebelum nyaleg dia telah mempekerjakan seorang pemuda desa di bengkelnya. Pemuda tersebut dilatih memperbaiki kerusakan motor ringan dan menambal ban. Soal keuangan bengkel maupun toko aksesori motor diserahkan kepada sang istri.

Keterbatasan modal juga membuat Raska tidak banyak nampang di poster ataupun baliho seperti kebanyakan caleg di daerah. 

“Saya hanya bikin lima baliho, diletakkan di tiap desa,” ujarnya seraya menunjuk baliho bekas berukuran 1,2 x 1,8 meter di rumahnya. Balihonya pun sederhana, dibingkai bambu.

Media kampanye lainnya adalah kalender dan kaus. Namun, dia tidak mengeluarkan biaya untuk itu. Ada salah satu caleg DPR RI yang berbaik hati menyertakan nama dan foto Raska di kalender yang menjadi media kampanyenya. Raska hanya dimintai bantuan untuk menyebarkan kalender tersebut kepada konstituen.

Sementara, urusan kaus menjadi tanggungan DPC PKS Subang. Partai menyediakan sejumlah kaus untuk dijadikan media kampanye. Selebihnya, Raska hanya bermodalkan pertemuan informal dengan warga untuk bisa mendongkrak perolehan suara.

Rezeki Raska rupanya belum berhenti. Pada masa kampanye, seorang wartawan televisi mewawancarai Raska perihal kenekatannya untuk nyaleg meski bermodal cekak. Rupanya, tayangan tentang Raska menimbulkan efek berantai. Dia mendadak terkenal karena kenekatannya itu.

Raska memastikan tidak memberikan imbal balik kepada sang wartawan yang mewawancarainya. “Uangnya lebih baik untuk biaya sosialisasi ke warga,” tuturnya.

Disinggung mengenai apa yang akan diperjuangkan di gedung dewan, Raska sempat terdiam. Ayah tiga putra itu lalu menjelaskan, selama masa pendekatan dengan warga, ada satu aspirasi yang disuarakan mayoritas warga. Mereka menginginkan perbaikan infrastruktur, terutama jalan desa.

Jalan di dapil Raska mayoritas dalam kondisi rusak parah. Jalan desa memang beraspal, tapi banyak lubang menganga di sepanjang jalan. Ukuran lubangnya pun lebar-lebar hingga hampir memutus kedua sisi jalan dan beberapa lumayan dalam.

Jawa Pos mengalami sendiri sulitnya akses menuju kediaman Raska. Ojek yang mengantar Jawa Pos sejauh 10 kilometer harus berjuang untuk menghindai lubang di jalan desa. Tidak jarang, ojek terpaksa menerabas lubang karena terlalu lebar dan nyaris tidak menyisakan celah. Beredar kabar, kualitas dan ketinggian aspal jalan tersebut tidak sesuai kontrak.

Aspirasi para pemilih di dapilnya itu yang ingin disuarakan Raska. Karena itu, dia berharap bisa duduk di komisi C (pembangunan). Namun, dia juga siap andaikata ditempatkan di komisi lain, semisal komisi D (pendidikan dan kesra). Kebetulan, Raska merupakan alumnus sekolah pendidikan guru (SPG). Dia menjadi lulusan terakhir sebelum akhirnya pemerintah menghapus SPG.

Saat ini 60 persen anggota DPRD Subang yang baru terpilih berisi muka baru, termasuk Raska. disinggung mengenai hal tersebut, Raska berjanji banyak belajar dan tidak mengulang kesalahan para pendahulunya. 

“Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap saya tidak akan luntur,” ujarnya.

Dengan menjadi anggota dewan, otomatis Raska tidak lagi bisa mengurus usahanya. Meski begitu, dia memastikan usaha tambal ban tersebut tetap ada. Jika banyak permintaan, dia akan merekrut pegawai baru. 

“Kalau saya senggang, mungkin juga akan nambal lagi. Tapi, tidak sering,” ucapnya seraya tertawa.

Masih ada dua hal lagi yang ingin dicapai Raska dalam hidupnya. Dia ingin menjadi pengusaha sukses dan banyak bermanfaat bagi warga di kampungnya. 
 
"Pokoknya, keberadaan saya harus membawa manfaat buat warga. Jangan sampai warga justru senang kalau saya tidak ada,” tutupnya.