Selasa, 24 April 2012

Hidayat: Saya Bisa Menjalankan Amanah

alon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta Hidayat Nur Wahid selalu merendah diri dan ikhlas dalam menjalani kehidupan. Ia mengikuti arah hidupnya sesuai dengan ketentuan Sang Pencipta. Itu tercermin dari sikap hidupnya sehari-hari. “Hidup saya seperti air mengalir, yang selalu mengikuti arus ke mana ia dibawa,” kata Hidayat di Jakarta, Senin (23/4/2012).

Sebelumnya, ia tidak memiliki niat untuk menjadi Cagub DKI. Namun, manakala mendapatkan amanah dan menjadi ketentuan ia harus siap. Hidayat diusung sebagai Cagub DKI Jakarta pada last hours oleh DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Padahal, sebelumnya PKS telah mempromosikan jagonya yakni Wakil Ketua DPR Provinsi DKI Jakarta yakni Triwicaksani atau Bang Sani. Namun, melihat parpol lain mengusung calon-calon yang ada, PKS berubah haluan. Hidayat dinilai orang yang tepat dijagokan untuk melawan calon-calon dari partai lain.
Apa boleh dikata jika seluruh pimpinan PKS sudah mengambil keputusan demikian, Bang Sani pun akhirnya terhadap keputusan partai. Hidayat pun tak bisa mengelak ketika dihubungi Presiden PKS Lutfi Hasan Ishak untuk maju sebagai Cagub DKI.

“Saat saya tiba di DPP, langsung diberikan map yang didalamnya ada SK kalau pimpinan mengusung saya untuk maju dalam Pilkada DKI 2012,” tutur Hidayat.
Hidayat hanya bisa menghormati keputusan dan berusaha untuk menjalani keputusan yang diamanatkan partai. Ia teringat sepanjang karier hidupnya menaati perintah dari orang-orang yang peduli terhadap masa depannya.

Awalnya, lelaki yang pernah menjabat Ketua MPR itu memiliki cita-cita ingin menjadi dokter. Namun, sang ayah berkeinginan lain. Hidayat dikirim sekolah di pondok pesantren. Ia akhirnya mengikuti keputusan orangtuanya. Ia menjalani sekolah dengan tekun di pondok pesantren.

“Saya bismillah saja belajar dan tak disangka saya mendapat prestasi baik,” kenangnya.

Singkat cerita, Hidayat mengakhiri sekolahnya di pondok dengan hasil yang cukup menyenangkan. Usai ujian, Hidayat bersikukuh ingin mewujudkan cita-citanya menjadi dokter dan ingin kuliah di fakultas kedokteran, tetapi ketika pengambilan ijazahnya, oleh seniornya saat itu ia didaftarkan untuk belajar di luar negeri. Hidayat pun tidak menolaknya.

“Ya saya ikutin saja dah tesnya, eh tidak disangka lulus juga. Ya sudah saya berangkat,” tuturnya kembali.
Waktu terus berjalan, setelah selesai studinya tingkat S1, ia ingin kembali ke tanah kelahirannya yakni ke Yogyakarta tetapi dicegah dengan bahasa sindiran. “Apakah kamu (Hidayat) sudah menguasai ilmu agama. Saya hanya berpikir siapa yang bisa menguasai ilmu seutuhnya, intinya saya disuruh untuk melanjutkan kuliah,” ungkap Hidayat.

Usai menimba ilmu di tingkat S2, Hidayat ingin menjadi dosen di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tetapi tidak diperkenankan. Ia terus melanjutkan studinya di luar negeri. Ternyata setelah selesai kuliah dan ingin balik ke kampung halamannya, justru Hidayat diperintahkan tinggal di Jakarta.

“Oleh karena itu, saya tinggal di Jakarta sejak 1992. Sampai reformasi 1998, saya dipanggil untuk berdiskusi soal kebangsaan hingga akhirnya lahir Partai Keadilan,” kata dia.
Hidayat mengaku keinginan hidupnya selalu dibarengi dengan keinginan orang lain. Saat menjadi Presiden PKS, Ketua MPR sampai Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen, itu semua bukan kehendaknya dan hasilnya penuh prestasi yang baik.

“Saya terlahir sukses dari ketidakinginan, mudah-mudahan hal ini bisa jadi rujukan bagi pengalaman saya sebelumnya,” kata Hidayat.

sumber: beritapks