Kamis, 26 April 2012

JAKARTA– Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjanji akan terus bekerja bersama pemerintah kendati mayoritas parpol anggota Setgab Koalisi tak lagi menganggap keberadaan partai pimpinan Luthfi Hasan Ishaaq itu.

Ketua Fraksi PKS DPR Mustafa Kamal mengatakan, pihaknya tidak mau terjebak dalam prokontra serta perdebatan politik soal keberadaan PKS dalam koalisi. Dia juga tidak mau menanggapi pernyataan Sekretaris Setgab Koalisi Syarief Hasanbeberapawaktulaluyang mengungkapkan bahwa PKS tidakakanpernahlagidiundang rapat koalisi hingga 2014 meski tiga orang kadernya masih bercokol di kabinet.

“Selama Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) selaku ketua Setgab Koalisi belum memberi pernyataan resmi soal PKS, kami tetap dalam posisi awal.Hingga kini semua berjalan normal dan komunikasi pun berjalan baik,”kata Mustafa. Meski begitu, Mustafa mengakui bahwa PKS pun di sisi lain tidak terlalu percaya diri (PD) soal posisinya di koalisi. Dia hanya meyakini bahwa dinamika yang terjadi pascasidang parpiurna DPR tentang RUU APBN-P dengan isu krusial rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bisa menjadi energi positif.

“ Energi positif bagi soliditas PKS dalam keikutsertaannya bekerja dengan pemerintah. Hingga saat ini kami terus menjaga komitmen untuk bekerja sungguh-sungguh, termasuk menopang kinerja pemerintah,” ujar Mustafa. Dia menekankan, PKS tidak pernah menggunakan istilah posisi aman atau terancam dalam koalisi.Apa pun yang terjadi, PKS akan fokus mengawal kinerja pemerintah demi kesejahteraan rakyat. Sementara itu,Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKS Mahfudz Siddiq mengaku heran dengan sikap partai-partai anggota Setgab Koalisi yang beberapa waktu lalu sibuk meributkan rencana pergantian tiga menteri dari PKS.

Menurut dia, masih banyak hal krusial yang bisa dibicarakan di Setgab Koalisi ketimbang berspekulasi apakah ketiga menteri dari PKS akan diganti serta menggunjingkan figur-figur calon pengganti mereka.Tiga menteri dari PKS adalah Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring, Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufri, dan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono. “Pemerintah harusnya fokus menjawab persoalan harga kebutuhan pokok yang sudah telanjur naik meski kenaikan harga BBM batal. Itu yang harus dipikirkan, mengapa bisa terjadi.

Bukan ribut-ribut menteri baru,”sesalnya. Dia menganggap,isu Setgab mengeluarkan PKS dari koalisi adalah urusan elite politik dan tidak penting untuk rakyat. Yang terpenting saat ini, kata Mahfudz,bagaimana upaya pemerintah menurunkan kembali harga-harga bahan pokok yang telanjur naik. Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Iberamsjah memandang, bila benar PKS akan didepak dari koalisi, pemerintah akan kehilangan sebuah partai yang dapat bersikap kritis dan objektif dalam memandang berbagai kebijakan dan permasalahan.

“Ini artinya sebuah kerugian bagi koalisi. Sikap kritis ini menandakan PKS lebih berkualitas dibandingkan partai lain di koalisi, selain Partai Golkar. Di samping itu, PKS telanjur mendapatkan simpati dari rakyat dalam menyuarakan aspirasi di parlemen,”terang Iberamsjah. Dia menegaskan,jika Demokrat merasa akan leluasa bermanuver di koalisi dengan keluarnya PKS,itu adalah pikiran picik. Setgab juga akan kekurangan banyak suara dalam menentukan kebijakan di parlemen jika PKS dikeluarkan.

Peneliti senior Central for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi menyarankan para menteri dari PKS sebaiknya berinisiatif mundur untuk menghindari anggapan PKS partai oportunis. “Kecuali kalau PKS ada agenda politik lain terhadap koalisi atau pemerintahan. Silakan tetap di dalam sambil mematangkanagendanya,” katanya.

sumber: seputar indonesia