Sabtu, 28 April 2012

Islam Membebaskan Wanita dari Penindasan

 

Beberapa waktu lalu, wartawati sabili, Maya Sabara mewawancarai Ketua PP Salimah, Nurul Hidayati mengenai RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender yang menuai kontroversi. Berikut wawancara lengkapnya:
Apa tanggapan anda mengenai feminisme?
Kalau melihat dari sejarahnya dan negara asalnya di Inggris, memang wajar kalau ada gerakan seperti ini di sana. Tapi kemudian gerakan ini mulai masuk dan masif sekali perkembangannya di Indonesia. Padahal Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seharusnya sudah tidak perlu ada gerakan-gerakan semacam ini. Karena Islam membebaskan wanita dari penyiksaan dan penindasan yang menimpa mereka selama ini.

Bagaimana anda melihat pihak yang menamakan diri sebagai feminis ini?
Kami salimah sendiri tidak begitu ambil pusing ya dengan gerakan semacam ini. Bukan karena kami tidak peduli, tetapi kami mempersiapkan anak-anak dan keluarga kami dengan bekal iman dan pengetahuan yang cukup, agar nantinya kalau pun dihadapkan dengan gerakan-gerakan semacam ini, ya cukup didengar saja, tapi tidak perlu diterima isi-isinya yang bertentangan dengan ajaran agama. Sebetulnya mereka itu bukan muncul semata-mata karena penindasan, tapi juga dipersiapkan dengan matang oleh kepentingan-kepentingan lain yang membonceng dibelakang gerakan ini.

Kepentingan yang membonceng, maksudnya?
Ya seperti para penganut homoseks, penganut seks bebas. Pihak-pihak seperti ini yang mencoba mencari celah untuk dapat diterima di indonesia. Dan sekarang mereka mencoba bernegosiasi dengan pemerintah untuk mengakui dan melindungi hak mereka untuk penyimpangan-penyimpangan ini. Bahkan Musdah Mulia dalam buku karangannya menghalalkan disorientasi seksual mereka dengan menafsirkan kembali kaum Nabi Luth. Ini kan menggugat Tuhan sebetulnya, berusaka mematahkan ketentuan Allah karena keinginan-keinginan sifat manusia kita yang selalu berubah-ubah. Kalau semua nuruti kemauan manusia, sampai kapan? Toh kemauan kita tidak akan pernah ada habisnya.
Lalu apa sebetulnya yang diperjuangkan kaum feminis ini?
Bagaimana ya menjelaskannya, awalnya mereka sekedar ingin dihargai dan diakui keberadannya. Ini dilakukan agar segala bentuk penindasan terhadap perempuan itu tidak lagi terjadi, tapi kemudian mereka mulai menuntut hal-hal yang tidak masuk akal. Perfect equal 50:50. Kalau sekarang masih 30% kiprah wanita di pemerintahan, nanti mereka akan menuntut 50%. Sama dengan porsi untuk laki-laki.
Ada contoh?
Di Belgia, perfect equal itu sudah lama diterapkan, tapi tidak juga membuat negaranya maju. Mereka menginginkan kesetaraan 50:50 dalam segala bidang. Tidak hanya dalam urusan di masyarakat, bahkan untuk urusan rumah tangga pun sudah diterapkan. Jadi urusan menyusui anak itu bukan hanya kerjaan ibu, ayah juga bisa menyusui (dengan susu formula). Padahal kalau seperti ini, siapa yang dirugikan? Anaknya sendiri kan.

Apa alasannya?
Mereka tidak mau menyusui karena akan menghambat mereka untuk melakukan aktivitas lainnya. Padahal subhanallah, kalau kita melakukannya dengan ikhlas karena ibadah kepada Allah, itu kita lakukan atas dasar kerelaan dan sama sekali tidak membuat kita merasa terbebani. Memang sih, mereka itu sudah tidak lagi memikirkan kehidupan di akhirat, yang menjadi orientasi mereka adalah hidup senyaman mungkin di dunia dengan melakukan semua hal semau mereka. Di negara yang paling bebas sekalipun, tidak menjamin bahwa warganya akan bahagia.

Semakin setara, apa semakin bahagia?
Penelitian menunjukkan bahwa semakin ‘setara’ antara wanita dan pria, maka tingkat perceraian dan keluarga yang berantakan itu makin tinggi. Logikanya, kita (perempuan) mau disama-samain dengan laki-laki, ya tidak mungkin lah.
Tanggapan mengenai RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG)?
RUU ini sebetulnya hanya sebagian kecil mata rantai untuk mengubah dan merombak negara kita dengan berkiblat pada Barat. Nanti bisa saja semua undang-undang kita akan dirombak agar sama seperti di Barat. Some day pernikahan sejenis akan di legalkan, persentase pernikahan akan turun drasitis dan wanita-wanita diperbolehkan untuk tidak menikah dan mempunyai anak. Di Inggris bahkan pernah sampai 1/3 wanitanya tidak menikah. Alasannya karena pernikahan hanya akan berbuntut pada perceraian dan penindasan terhadap perempuan. Inggris adalah negara dimana perfect equal itu diterapkan. Apa kita menginginkan ini terjadi pada bangsa kita? RUU ini juga menganggap bahwa kepemimpinan dalam rumah tangga itu adalah bentuk diskriminasi. Padahal dalam organisasi juga kan perlu adanya pemimpin yang kemmudian menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang pemimpin dengan baik. Negara juga kalau semua mau perfect equal, nggak usah ada presiden juga dong harusnya? Jika bercermin pada segala bentuk pembedaan itu adalah diskriminasi, toilet wanita dan laki-laki juga diskriminasi dong namanya. Cuti hamil dan melahirkan juga diskriminasi dong. Kalau saya secara pribadi sih nggak suka banget sama isi dari RUU ini. Cuma masalahnya kan jangan tolak, dan asal tolak aja, Cuma kedepannya itu bagaimana. Tindakan apa yang harus kita lakukan sebagai seorang muslimah demi menjaga nama baik kita sebagai muslim.
Salimah sendiri, apa pernah melakukan dialog terkait isu ini?i
Sudah dan insya allah berkesinambungan. Jadi saya sebagai ketua juga sudah membaca drafnya, tokoh-tokoh yang ada di belakangnnya, dan tentunya mata rantai dari program-program mereka. Kami membekali diri kami dengan ilmu, karena dengan itulah kita bisa membentengi diri kita, keluarga kita dan orang-orang disekitar kita. Jadi jangan hanya koar-koar menolak atau mendukung, tapi kami juga memikirkan jalan keluarnya. Dan mereka ini sudah punya plan yang jauh ke depan untuk mewujudkan tujuan mereka. Dan kita sebagai umat Muslim, memang saat ini tengah berada di ketertinggalan. Jadi ya nggak bisa disalahkan juga kenapa masyarakat sekarang mudah menerima apa pun yang berasal dari Barat, mereka tidak dibekali pemahaman yang cukup mengenai indahnya syariat agama kita. Syariat agama kita ini universal lho, dan bisa dipakai disemua negara yang masyarakatnya bukan muslim sekalipun. Kita ini udah enak banget, ngapain sih pake tiru-tiru Barat?
Salimah setuju atau menolak RUU ini?
Kami belum sampai keputusan menolak atau mendukung, tapi diskusi-diskusi kami, RUU ini memang lebih mementingkan ego dari si ‘perempuan’ itu sendiri. Dan tugas kita adalah bagaimana membentengi keluarga kita agar tidak sampai masuk kedalam paham-paham yang salah semacam ini. Tugas kita juga memberi pemahaman kepada saudara-saudara kita sesama Muslim agar lebih bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk bagi keluarganya dan bangsa ini pada umumnya. Cuma nanti jika ditemukan poin-poin yang ternyata positif, bisa lah kita diskusikan bersama apakah poin tersebut bisa diterima atau tidak. Sejauh ini sih kami masih mengkaji lebih dalam, dan PP salimah pusat yang di Jakarta juga aktif berdialog dengan pakar untuk menentukan langkah kedepan yang akan dilakukan terlepas dari apakah RUU ini ditolak atau di terima.

Jadi sejauh ini salimah belum melihat manfaat yang terkandung dalam RUU ini ya?
Iya, dan kami masih berdiskusi untuk menentukan sikap dan jalan keluar selanjutnya.
Kalaupun RUU ini di sahkan, apa tidak tumpang tindih dengan UU yang sudah ada?
Hmmm… beberapa poin memang sebetulnya sudah pernah ada di beberapa UU sepeti UU HAM misalnya, atau UU perlindungan perempuan. Cuma ini juga jadi senjata mereka (feminis), dengan UU yang sudah ada saja masih tidak berjalan, makanya mereka berjuang agar RUU ini di sahkan dan ada sanksi bagi yang melanggar. Kalau benar di sah kan, aka nada rentetan tuntutan lagi dari mereka untuk merealisasikan jalannya RUU ini sesuai dengan keinginan mereka dan pihak yang memboncengnya. Akan ada anggaran khusus untuk sosialisasi, dan sanksi-sanki. Jadi jangan dikira setelah RUU ini di terima dan di sahkan, maka mereka sudah sampai situ saja. Tidak, mereka masih akan menuntut hal lain tujuannya ya lagi-lagi itu, ingin membentuk Negara kita seperti Negara barat sana.
Apa perempuan Indonesia sedemikian tertindas sampe memerlukan RUU ini?
Ya mereka memang memotret kehidupan perempuan yang tertindas itu. Tapi harusnya kita bisa dengan lantang mengatakan “aku menjalankan hidup dengan syariat islam. Dan aku tidak tertindas”. Cuma ya jangan asal ngomong, harus ada reaitanya.
Ibu sendiri sebagai ketua PP salimah, ibu dan istri, bagaimana mengatur waktunya?
Diibaratkan seperti minum obat, tentunya dosis yang kita minum harus sesuai dengan kapasitas tubuh kita menerimanya. Dosis saya yang sekarang setinggi ini, tapi beberapa tahun yang lalu tentunya tidak langsung seperti ini. Saya menikah di usia 22 tahun, dan kini usia saya 43 tahun. 20 tahun lebih saya menjalankan peran saya sebagai istri, kemudian sebagai ibu, dan kini saya aktif di organisasi. Anak-anak saya pun sudah besar-besar dan sudah bisa ditinggal, istilahnya, barulah saya mulai lebih aktif di organisasi. Dulu ketika anak-anak saya masih kecil, saya juga tidak seaktif sekarang ini, saya juga selalu meminta izin dari suami saya jika ada agenda-agenda yang mengharuskan saya untuk keluar. Suami saya tidak melulu mengizinkan, dia juga terkadang tidak mengizinkan beberapa agenda jika saya sudah cukup banyak turun untuk kegiatan organisasi. Kebijakan organisasi juga begitu, kalau ada anggota yang tidak bisa turun, maka akan digantikan oleh anggota lain yang bisa. Salimah ini juga kan tidak central yah, jadi supaya siapapun bisa turun untuk kegiatan organisasi. Jadi yang penting disini adalah isinya, bukan sekedar figurnya. Alhamdulillah sampai saat ini saya masih bisa menjalankan semua tugas dan kewajiban saya dengan baik. Perbuatan baik yang dilakukan dijalan Allah, insyaAllah, Allah juga akan memudahkan.
Ada anjuran agar mengajarkan kesetaraan gender pada anak sejak usia dini, menurut ibu? Bagaimana dengan norma agama?
Kalau memang salah, ya buat apa sih diajarkan? Kesetaraan gender itu sebetulnya hal yang mustahil. Ini jika kita meruntut pada kesetaraan yang diinginkan kaum feminis ya, yaitu kesetaraan sepenuhnya dalam hal apapun. Lagipula dengan mengajarkan norma dan aturan agama dengan benar, nantinya anak-anak juga bisa membedakan mana yang bisa disetarakan, mana yang tidak. Disinilah peran seorang wanita sebagai ibu. Memastikan bahwa anak-anaknya cukup menerima asupan pengetahuan sehingga nantinya tidak mudah terjerat gerakan-gerakan yang seperti ini.
Ada usulan dari salah satu ormas islam agar RUU ini diubah menjadi UU keluaga sakinah, menurut ibu?
Itu usulan yang bagus menurut saya. Supaya para wanita bisa menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu dengan baik. Dan usulan ini juga bentuk dari jalan keluar untuk pemasalahan RUU KKG ini. itu bisa dicontoh dan dijadikan batu loncatan bagi organisasi lainnya untuk member alternatif jalan keluar lainnya. Setelah nanti disepakati bersama oleh seluruh organisasi masyarakat, barulah tugas kita dan salimah khususnya untuk mengkomunikasikan kebijakan dan usulan-usulan tersebut. Wanita kan memang lebih mudah untuk melakukan pendekatan-pendekatan semacam ini, karena memang sudah bawaan kali ya. (sambil tersenyum)
Apa Harapan ibu terhadap muslim dan muslimin Indonesia?
Harapannya tentu ingin bersama-sama dengan kaum muslim di Indonesia menjalani aturan dan syariat Islam yang sesungguhnya. Dengan izin Allah, kita senantiasa akan diberikan kemudahan dan nikmat yang tiada tara dalam menjalani kehidupan ini. dan InsyaAllah, untuk kehidupan akhirat pun kita sudah punya persiapan dan bekal.