Beberapa waktu lalu, wartawati sabili,
Maya Sabara mewawancarai Ketua PP Salimah, Nurul Hidayati mengenai RUU
Keadilan dan Kesetaraan Gender yang menuai kontroversi. Berikut
wawancara lengkapnya:
Apa tanggapan anda mengenai feminisme?
Kalau
melihat dari sejarahnya dan negara asalnya di Inggris, memang wajar
kalau ada gerakan seperti ini di sana. Tapi kemudian gerakan ini mulai
masuk dan masif sekali perkembangannya di Indonesia. Padahal Indonesia
sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seharusnya
sudah tidak perlu ada gerakan-gerakan semacam ini. Karena Islam
membebaskan wanita dari penyiksaan dan penindasan yang menimpa mereka
selama ini.
Bagaimana anda melihat pihak yang menamakan diri sebagai feminis ini?
Kami
salimah sendiri tidak begitu ambil pusing ya dengan gerakan semacam
ini. Bukan karena kami tidak peduli, tetapi kami mempersiapkan anak-anak
dan keluarga kami dengan bekal iman dan pengetahuan yang cukup, agar
nantinya kalau pun dihadapkan dengan gerakan-gerakan semacam ini, ya
cukup didengar saja, tapi tidak perlu diterima isi-isinya yang
bertentangan dengan ajaran agama. Sebetulnya mereka itu bukan muncul
semata-mata karena penindasan, tapi juga dipersiapkan dengan matang oleh
kepentingan-kepentingan lain yang membonceng dibelakang gerakan ini.
Kepentingan yang membonceng, maksudnya?
Ya
seperti para penganut homoseks, penganut seks bebas. Pihak-pihak
seperti ini yang mencoba mencari celah untuk dapat diterima di
indonesia. Dan sekarang mereka mencoba bernegosiasi dengan pemerintah
untuk mengakui dan melindungi hak mereka untuk penyimpangan-penyimpangan
ini. Bahkan Musdah Mulia dalam buku karangannya menghalalkan
disorientasi seksual mereka dengan menafsirkan kembali kaum Nabi Luth.
Ini kan menggugat Tuhan sebetulnya, berusaka mematahkan ketentuan Allah
karena keinginan-keinginan sifat manusia kita yang selalu berubah-ubah.
Kalau semua nuruti kemauan manusia, sampai kapan? Toh kemauan kita tidak
akan pernah ada habisnya.
Lalu apa sebetulnya yang diperjuangkan kaum feminis ini?
Bagaimana
ya menjelaskannya, awalnya mereka sekedar ingin dihargai dan diakui
keberadannya. Ini dilakukan agar segala bentuk penindasan terhadap
perempuan itu tidak lagi terjadi, tapi kemudian mereka mulai menuntut
hal-hal yang tidak masuk akal. Perfect equal 50:50. Kalau
sekarang masih 30% kiprah wanita di pemerintahan, nanti mereka akan
menuntut 50%. Sama dengan porsi untuk laki-laki.
Ada contoh?
Di
Belgia, perfect equal itu sudah lama diterapkan, tapi tidak juga
membuat negaranya maju. Mereka menginginkan kesetaraan 50:50 dalam
segala bidang. Tidak hanya dalam urusan di masyarakat, bahkan untuk
urusan rumah tangga pun sudah diterapkan. Jadi urusan menyusui anak itu
bukan hanya kerjaan ibu, ayah juga bisa menyusui (dengan susu formula).
Padahal kalau seperti ini, siapa yang dirugikan? Anaknya sendiri kan.
Apa alasannya?
Mereka tidak mau menyusui karena akan menghambat mereka untuk melakukan aktivitas lainnya. Padahal subhanallah,
kalau kita melakukannya dengan ikhlas karena ibadah kepada Allah, itu
kita lakukan atas dasar kerelaan dan sama sekali tidak membuat kita
merasa terbebani. Memang sih, mereka itu sudah tidak lagi memikirkan
kehidupan di akhirat, yang menjadi orientasi mereka adalah hidup
senyaman mungkin di dunia dengan melakukan semua hal semau mereka. Di
negara yang paling bebas sekalipun, tidak menjamin bahwa warganya akan
bahagia.
Semakin setara, apa semakin bahagia?
Penelitian
menunjukkan bahwa semakin ‘setara’ antara wanita dan pria, maka tingkat
perceraian dan keluarga yang berantakan itu makin tinggi. Logikanya,
kita (perempuan) mau disama-samain dengan laki-laki, ya tidak mungkin
lah.
Tanggapan mengenai RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG)?
RUU
ini sebetulnya hanya sebagian kecil mata rantai untuk mengubah dan
merombak negara kita dengan berkiblat pada Barat. Nanti bisa saja semua
undang-undang kita akan dirombak agar sama seperti di Barat. Some day
pernikahan sejenis akan di legalkan, persentase pernikahan akan turun
drasitis dan wanita-wanita diperbolehkan untuk tidak menikah dan
mempunyai anak. Di Inggris bahkan pernah sampai 1/3 wanitanya tidak
menikah. Alasannya karena pernikahan hanya akan berbuntut pada
perceraian dan penindasan terhadap perempuan. Inggris adalah negara
dimana perfect equal itu diterapkan. Apa kita menginginkan ini
terjadi pada bangsa kita? RUU ini juga menganggap bahwa kepemimpinan
dalam rumah tangga itu adalah bentuk diskriminasi. Padahal dalam
organisasi juga kan perlu adanya pemimpin yang kemmudian menjalankan
tugas-tugasnya sebagai seorang pemimpin dengan baik. Negara juga kalau
semua mau perfect equal, nggak usah ada presiden juga dong harusnya?
Jika bercermin pada segala bentuk pembedaan itu adalah diskriminasi,
toilet wanita dan laki-laki juga diskriminasi dong namanya. Cuti hamil
dan melahirkan juga diskriminasi dong. Kalau saya secara pribadi sih
nggak suka banget sama isi dari RUU ini. Cuma masalahnya kan jangan
tolak, dan asal tolak aja, Cuma kedepannya itu bagaimana. Tindakan apa
yang harus kita lakukan sebagai seorang muslimah demi menjaga nama baik
kita sebagai muslim.
Salimah sendiri, apa pernah melakukan dialog terkait isu ini?i
Sudah dan insya allah
berkesinambungan. Jadi saya sebagai ketua juga sudah membaca drafnya,
tokoh-tokoh yang ada di belakangnnya, dan tentunya mata rantai dari
program-program mereka. Kami membekali diri kami dengan ilmu, karena
dengan itulah kita bisa membentengi diri kita, keluarga kita dan
orang-orang disekitar kita. Jadi jangan hanya koar-koar menolak atau
mendukung, tapi kami juga memikirkan jalan keluarnya. Dan mereka ini
sudah punya plan yang jauh ke depan untuk mewujudkan tujuan
mereka. Dan kita sebagai umat Muslim, memang saat ini tengah berada di
ketertinggalan. Jadi ya nggak bisa disalahkan juga kenapa masyarakat
sekarang mudah menerima apa pun yang berasal dari Barat, mereka tidak
dibekali pemahaman yang cukup mengenai indahnya syariat agama kita.
Syariat agama kita ini universal lho, dan bisa dipakai disemua negara
yang masyarakatnya bukan muslim sekalipun. Kita ini udah enak banget,
ngapain sih pake tiru-tiru Barat?
Salimah setuju atau menolak RUU ini?
Kami
belum sampai keputusan menolak atau mendukung, tapi diskusi-diskusi
kami, RUU ini memang lebih mementingkan ego dari si ‘perempuan’ itu
sendiri. Dan tugas kita adalah bagaimana membentengi keluarga kita agar
tidak sampai masuk kedalam paham-paham yang salah semacam ini. Tugas
kita juga memberi pemahaman kepada saudara-saudara kita sesama Muslim
agar lebih bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk bagi
keluarganya dan bangsa ini pada umumnya. Cuma nanti jika ditemukan
poin-poin yang ternyata positif, bisa lah kita diskusikan bersama apakah
poin tersebut bisa diterima atau tidak. Sejauh ini sih kami masih
mengkaji lebih dalam, dan PP salimah pusat yang di Jakarta juga aktif
berdialog dengan pakar untuk menentukan langkah kedepan yang akan
dilakukan terlepas dari apakah RUU ini ditolak atau di terima.
Jadi sejauh ini salimah belum melihat manfaat yang terkandung dalam RUU ini ya?
Iya, dan kami masih berdiskusi untuk menentukan sikap dan jalan keluar selanjutnya.
Kalaupun RUU ini di sahkan, apa tidak tumpang tindih dengan UU yang sudah ada?
Hmmm…
beberapa poin memang sebetulnya sudah pernah ada di beberapa UU sepeti
UU HAM misalnya, atau UU perlindungan perempuan. Cuma ini juga jadi
senjata mereka (feminis), dengan UU yang sudah ada saja masih tidak
berjalan, makanya mereka berjuang agar RUU ini di sahkan dan ada sanksi
bagi yang melanggar. Kalau benar di sah kan, aka nada rentetan tuntutan
lagi dari mereka untuk merealisasikan jalannya RUU ini sesuai dengan
keinginan mereka dan pihak yang memboncengnya. Akan ada anggaran khusus
untuk sosialisasi, dan sanksi-sanki. Jadi jangan dikira setelah RUU ini
di terima dan di sahkan, maka mereka sudah sampai situ saja. Tidak,
mereka masih akan menuntut hal lain tujuannya ya lagi-lagi itu, ingin
membentuk Negara kita seperti Negara barat sana.
Apa perempuan Indonesia sedemikian tertindas sampe memerlukan RUU ini?
Ya
mereka memang memotret kehidupan perempuan yang tertindas itu. Tapi
harusnya kita bisa dengan lantang mengatakan “aku menjalankan hidup
dengan syariat islam. Dan aku tidak tertindas”. Cuma ya jangan asal
ngomong, harus ada reaitanya.
Ibu sendiri sebagai ketua PP salimah, ibu dan istri, bagaimana mengatur waktunya?
Diibaratkan
seperti minum obat, tentunya dosis yang kita minum harus sesuai dengan
kapasitas tubuh kita menerimanya. Dosis saya yang sekarang setinggi ini,
tapi beberapa tahun yang lalu tentunya tidak langsung seperti ini. Saya
menikah di usia 22 tahun, dan kini usia saya 43 tahun. 20 tahun lebih
saya menjalankan peran saya sebagai istri, kemudian sebagai ibu, dan
kini saya aktif di organisasi. Anak-anak saya pun sudah besar-besar dan
sudah bisa ditinggal, istilahnya, barulah saya mulai lebih aktif di
organisasi. Dulu ketika anak-anak saya masih kecil, saya juga tidak
seaktif sekarang ini, saya juga selalu meminta izin dari suami saya jika
ada agenda-agenda yang mengharuskan saya untuk keluar. Suami saya tidak
melulu mengizinkan, dia juga terkadang tidak mengizinkan beberapa
agenda jika saya sudah cukup banyak turun untuk kegiatan organisasi.
Kebijakan organisasi juga begitu, kalau ada anggota yang tidak bisa
turun, maka akan digantikan oleh anggota lain yang bisa. Salimah ini
juga kan tidak central yah, jadi supaya siapapun bisa turun untuk
kegiatan organisasi. Jadi yang penting disini adalah isinya, bukan
sekedar figurnya. Alhamdulillah sampai saat ini saya masih bisa
menjalankan semua tugas dan kewajiban saya dengan baik. Perbuatan baik
yang dilakukan dijalan Allah, insyaAllah, Allah juga akan memudahkan.
Ada anjuran agar mengajarkan kesetaraan gender pada anak sejak usia dini, menurut ibu? Bagaimana dengan norma agama?
Kalau
memang salah, ya buat apa sih diajarkan? Kesetaraan gender itu
sebetulnya hal yang mustahil. Ini jika kita meruntut pada kesetaraan
yang diinginkan kaum feminis ya, yaitu kesetaraan sepenuhnya dalam hal
apapun. Lagipula dengan mengajarkan norma dan aturan agama dengan benar,
nantinya anak-anak juga bisa membedakan mana yang bisa disetarakan,
mana yang tidak. Disinilah peran seorang wanita sebagai ibu. Memastikan
bahwa anak-anaknya cukup menerima asupan pengetahuan sehingga nantinya
tidak mudah terjerat gerakan-gerakan yang seperti ini.
Ada usulan dari salah satu ormas islam agar RUU ini diubah menjadi UU keluaga sakinah, menurut ibu?
Itu
usulan yang bagus menurut saya. Supaya para wanita bisa menjalankan
tugasnya sebagai seorang ibu dengan baik. Dan usulan ini juga bentuk
dari jalan keluar untuk pemasalahan RUU KKG ini. itu bisa dicontoh dan
dijadikan batu loncatan bagi organisasi lainnya untuk member alternatif
jalan keluar lainnya. Setelah nanti disepakati bersama oleh seluruh
organisasi masyarakat, barulah tugas kita dan salimah khususnya untuk
mengkomunikasikan kebijakan dan usulan-usulan tersebut. Wanita kan
memang lebih mudah untuk melakukan pendekatan-pendekatan semacam ini,
karena memang sudah bawaan kali ya. (sambil tersenyum)
Apa Harapan ibu terhadap muslim dan muslimin Indonesia?
Harapannya
tentu ingin bersama-sama dengan kaum muslim di Indonesia menjalani
aturan dan syariat Islam yang sesungguhnya. Dengan izin Allah, kita
senantiasa akan diberikan kemudahan dan nikmat yang tiada tara dalam
menjalani kehidupan ini. dan InsyaAllah, untuk kehidupan akhirat pun
kita sudah punya persiapan dan bekal.