Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terus digoyang prahara setelah salah satu kadernya dituding menerima aliran dari pegawai pajak, kini para elite mereka terancam menjadi pesakitan KPK.
Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sumandjaja mengatakan Anis Matta dan Tamsil Linrung merupakan dua nama yang sangat mungkin dikait-kaitkan dengan kasus di Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pasalnya, Anis Matta merupakan Wakil Ketua DPR yang membidangi keuangan dan anggaran, sementara Tamsil Linrung merupakan wakil ketua Banggar.
"Tamsil dan Anis sangat mungkin dikaitkan karena posisi pimpinan di Banggar dan di DPR yang membidangi keuangan," kata Sumandjaja ketika dihubungi, Kamis (19/4).
Namun tuduhan terhadap salah satu mereka, menurut Sumandjaja harus diklarifikasi terlebih dahulu. Jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan keterangan mereka, dipastikan kata dia, akan segera dipanggil.
Sementara di partainya, dia mengatakan ada badan penegak disiplin organisasi yang bisa memeriksa para anggota dan kader partai. Pemeriksaan badan tersebut bisa dilakukan proaktif menindaklanjuti isu miring yang beredar terkait kader.
Namun Sumandjaja belum memastikan kalau-kalau badan tersebut sudah memeriksa nama-nama yang dibawa-bawa dalam kasus dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID).
"Tapi hati-hati juga menyebut, bisa pencemaran nama baik," lanjutnya soal pernyataan tersangka dana PPID, Wa Ode yang menyebut nama Anis Matta ikut menetapkan alokasi dana PPID.
Sebelumnya, Wa Ode Nurhayati menuding Wakil Ketua DPR Anis Matta sebagai pangkal masalah kasus DPPID yang menjadikannya sebagai tersangka.
Hal itu dikatakan Wa Ode seusai menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Rabu (18/4).
"Saya hanya menegaskan di kasus DPPID yang saat ini saya menjadi tersangka yang menyalahgunakan itu jelas dalam proses surat-menyurat dalam sisi administrasi yang kemudian merugikan kepentingan daerah itu jelas mulai dari Anis Matta," kata Wa Ode.
Menurut Wa Ode, Anislah yang cenderung memaksa meminta Menteri Keuangan untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan hasil rapat Badan Anggaran DPR.
Wa Ode mengatakan, Anis telah melegalisasi pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh pimpinan Badan Anggaran. Empat pimpinan Badan Anggaran itu, kata Wa Ode telah mengugurkan kriteria daerah penerima DPPID.
"Daerah yang berhak menerima ada kriterianya. Kemudian setelah itu daerah yang tidak boleh menerima juga ada kriterianya," kata Wa Ode.
Wa Ode ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pembahasan DPPID T.A 2011. KPK menyangkakan Wa Ode dengan pasal 12 huruf a dan b dan atau pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Politisi PAN tersebut diduga menerima aliran dana sebanyak Rp6 miliar untuk meloloskan alokasi anggaran DPPID untuk tiga kabupaten di provinsi NAD. Yakni, Aceh Besar, Pidie, dan Benar Meriah. Total alokasi anggaran untuk proyek DPPID di ketiga kabupaten sebanyak Rp40 miliar.
Wa Ode telah meminta fee sebanyak 5% hingga 6% dari total nilai proyek untuk meluluskan alokasi anggaran tersebut. Selama periode Oktober sampai November 2010, anggota Komisi VII DPR itu diduga telah menerima uang sebanyak Rp6 miliar.
Akan tetapi, anggaran tersebut tidak terealisasi, sehingga Wa Ode diminta mengembalikan uang. Wa Ode kemudian mengembalikan Rp4 miliar dari Rp6,9 miliar yang diterima.
* beritasatu.com 20/4/2012