PKSTapos, Jakarta - Berkenaan dengan hak-hak anak seperti dalam daerah konflik, fraksi-fraksi yang ada di DPR terutama Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menyetujui Rancangan
Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Optional Protocol to the
Convention on the Rights of Child on the Involvement of Children in
Armed Conflict atau Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai
Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata untuk dibahas bersama
pemerintah.
"FPKS menyetujui RUU tersebut dibahas secara memadai dan komprehensif di Komisi VIII DPR RI bersama-sama dengan pemerintah," kata Sekretaris Fraksi PKS, Abdul Hakim kepada ANTARA News, Jakarta, Rabu.
Anggota Komisi VIII DPR RI itu menambahkan, hak-hak anak dimanapun di dunia ini harus dilindungi oleh pemerintah. "Dalam keadaan damai, hak anak harus tetap dilindungi, apalagi dalam konflik bersenjata. Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia perlu meratifikasi perjanjian internasional itu melalui UU," kata dia.
Namun, FPKS menyoroti beberapa poin penting dalam pembahasan RUU tersebut yang dikaitkan dengan ratifikasi Optional Protocol to the Convention on the Rights of Child on the Involvement of Children in Armed Conflict atau Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata.
Pasalnya, kata Abdul Hakim, bila terjadi konflik di Indonesia, maka secara otomatis negara lain akan ikut terlibat. Dikuatirkan, masuknya negara lain tak hanya untuk sekedar menyelesaikan masalah perlindungan anak di daerah konflik bersenjata, tapi ada misi lain.
"Jadi harus ada batasan yang jelas dalam UU nanti. Sehingga kedaulatan kita atau NKRI tidak diganggu dengan kedok membantu perlindungan anak di daerah konflik bersenjata. Perlu membuat definisi yang jelas. RUU ini tentang konflik bersenjata dalam lingkup RUU," kata dia.
Saat ini tengah berlangsung pembahasan RUU tentang keterlibatan anak di daerah konflik bersenjata di Komisi VIII DPR RI. Hadir Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Linda Gumelar.
"FPKS menyetujui RUU tersebut dibahas secara memadai dan komprehensif di Komisi VIII DPR RI bersama-sama dengan pemerintah," kata Sekretaris Fraksi PKS, Abdul Hakim kepada ANTARA News, Jakarta, Rabu.
Anggota Komisi VIII DPR RI itu menambahkan, hak-hak anak dimanapun di dunia ini harus dilindungi oleh pemerintah. "Dalam keadaan damai, hak anak harus tetap dilindungi, apalagi dalam konflik bersenjata. Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia perlu meratifikasi perjanjian internasional itu melalui UU," kata dia.
Namun, FPKS menyoroti beberapa poin penting dalam pembahasan RUU tersebut yang dikaitkan dengan ratifikasi Optional Protocol to the Convention on the Rights of Child on the Involvement of Children in Armed Conflict atau Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata.
Pasalnya, kata Abdul Hakim, bila terjadi konflik di Indonesia, maka secara otomatis negara lain akan ikut terlibat. Dikuatirkan, masuknya negara lain tak hanya untuk sekedar menyelesaikan masalah perlindungan anak di daerah konflik bersenjata, tapi ada misi lain.
"Jadi harus ada batasan yang jelas dalam UU nanti. Sehingga kedaulatan kita atau NKRI tidak diganggu dengan kedok membantu perlindungan anak di daerah konflik bersenjata. Perlu membuat definisi yang jelas. RUU ini tentang konflik bersenjata dalam lingkup RUU," kata dia.
Saat ini tengah berlangsung pembahasan RUU tentang keterlibatan anak di daerah konflik bersenjata di Komisi VIII DPR RI. Hadir Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Linda Gumelar.