" Kekerasan itu dilakukan oleh oknum aparat berpistol dan pengusaha lokal yang merasa sok jago."
PKSTapos, Jakarta - Koordinator Relawan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur
DKI Jakarta Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini diintimidasi dan diancam
dengan kekerasan menjelang pelaksanaan Pilkada pada 11 Juli 2012.
"Kekerasan itu dilakukan oleh oknum aparat berpistol dan pengusaha lokal yang merasa sok jago. Korbannya adalah Relawan Hidayat & Didik di Jakarta Utara," kata Koordinator Relawan Matnur dalam penjelasan di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, insiden tersebut terjadi pada Sabtu (2/6) malam di Rawa Badak Selatan, tepatnya di RW 03.
Mengutip saksi mata Nurdi, ia menjelaskan bahwa pada malam kejadian itu, sekitar pukul 21.00 WIB, relawan hendak memasang "banner" di sekitar Gang Masjid sampai Jalan Pattimura.
"Tiba-tiba ada lima orang berkendaraan motor, sebagian berambut cepak, yang menegur dan menyuruh copot `banner` yang sudah terpasang. Kami tanya, apa alasannya? Mereka bilang tak ada izin RT/RW,".
"Kami jawab atribut pasangan lain kok boleh dipasang, sambil kami menunjuk spanduk/banner yang bertebaran," ujar Nurdi.
Ia menjelaskan, pengusaha besi bekas yang memimpin gerombolan itu menghardik dan mengancam empat orang relawan akan dipatahkan kakinya, apabila terus pasang "banner".
Padahal, katanya, pengusaha yang sok jago itu bukan pengurus RW dan bukan warga setempat.
Matnur menambahkan bahwa relawan memasang "banner" karena wilayah tersebut tidak jauh dari rumah anggota DPRD Tubagus Arif, yang dikenal dekat oleh warga setempat sebagai anggota tim sukses pasangan Hidayat-Didik.
Atas insiden intimadi dan kekerasan itu, Matnur menyatakan protes keras atas ancaman tersebut.
"Oknum pengusaha yang arogan itu tak cuma mengancam, tapi bawa beking aparat bersenjata api. Apa bisa demokrasi diperjuangkan dengan cara kekerasan seperti itu?" ujar Matnur, mantan Ketua BEM UI era reformasi.
Ironisnya, kata dia, pengurus RW setempat ada di lokasi, tapi diam saja, karena takut.
"Padahal, mereka mengetahui tidak ada aturan yang mengharuskan minta izin RT/RW bila ingin memasang `banner`," katanya.
Sementara itu, koordinator advokasi relawan Zainuddin Paru, SH menilai Panwaslu harus mulai kerja.
"Semua pihak yang melanggar silakan ditertibkan, jangan main hakim sendiri," katanya.
Ditegaskannya bahwa relawan berhak menyosialisasilkan kandidatnya sesuai UU dan regulasi KPUD.
Menurut dia, tindakan oknum yang menyerang relawan Damiri hingga baju batik "Beresin Jakarta" warna oranye yang dipakainya robek dan lepas kancingnya, dan ada juga motor relawan yang rusak karena ditendang oknum aparat, bahkan sempat diancam senjata api bukanlah praktik demokrasi yang sehat.
"Relawan bisa saja memobilisasi massa lebih besar untuk menuntut keadilan, tapi kami ingin mekanisme Pilkada ditegakkan," kata Zainuddin Paru.
"Kekerasan itu dilakukan oleh oknum aparat berpistol dan pengusaha lokal yang merasa sok jago. Korbannya adalah Relawan Hidayat & Didik di Jakarta Utara," kata Koordinator Relawan Matnur dalam penjelasan di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, insiden tersebut terjadi pada Sabtu (2/6) malam di Rawa Badak Selatan, tepatnya di RW 03.
Mengutip saksi mata Nurdi, ia menjelaskan bahwa pada malam kejadian itu, sekitar pukul 21.00 WIB, relawan hendak memasang "banner" di sekitar Gang Masjid sampai Jalan Pattimura.
"Tiba-tiba ada lima orang berkendaraan motor, sebagian berambut cepak, yang menegur dan menyuruh copot `banner` yang sudah terpasang. Kami tanya, apa alasannya? Mereka bilang tak ada izin RT/RW,".
"Kami jawab atribut pasangan lain kok boleh dipasang, sambil kami menunjuk spanduk/banner yang bertebaran," ujar Nurdi.
Ia menjelaskan, pengusaha besi bekas yang memimpin gerombolan itu menghardik dan mengancam empat orang relawan akan dipatahkan kakinya, apabila terus pasang "banner".
Padahal, katanya, pengusaha yang sok jago itu bukan pengurus RW dan bukan warga setempat.
Matnur menambahkan bahwa relawan memasang "banner" karena wilayah tersebut tidak jauh dari rumah anggota DPRD Tubagus Arif, yang dikenal dekat oleh warga setempat sebagai anggota tim sukses pasangan Hidayat-Didik.
Atas insiden intimadi dan kekerasan itu, Matnur menyatakan protes keras atas ancaman tersebut.
"Oknum pengusaha yang arogan itu tak cuma mengancam, tapi bawa beking aparat bersenjata api. Apa bisa demokrasi diperjuangkan dengan cara kekerasan seperti itu?" ujar Matnur, mantan Ketua BEM UI era reformasi.
Ironisnya, kata dia, pengurus RW setempat ada di lokasi, tapi diam saja, karena takut.
"Padahal, mereka mengetahui tidak ada aturan yang mengharuskan minta izin RT/RW bila ingin memasang `banner`," katanya.
Sementara itu, koordinator advokasi relawan Zainuddin Paru, SH menilai Panwaslu harus mulai kerja.
"Semua pihak yang melanggar silakan ditertibkan, jangan main hakim sendiri," katanya.
Ditegaskannya bahwa relawan berhak menyosialisasilkan kandidatnya sesuai UU dan regulasi KPUD.
Menurut dia, tindakan oknum yang menyerang relawan Damiri hingga baju batik "Beresin Jakarta" warna oranye yang dipakainya robek dan lepas kancingnya, dan ada juga motor relawan yang rusak karena ditendang oknum aparat, bahkan sempat diancam senjata api bukanlah praktik demokrasi yang sehat.
"Relawan bisa saja memobilisasi massa lebih besar untuk menuntut keadilan, tapi kami ingin mekanisme Pilkada ditegakkan," kata Zainuddin Paru.