M. Hasan, Ketua KPU Depok
"Meski DKPP memecat ketua KPUD Depok, bukan berarti walikotanya dianggap tidak sah,” terang Jimly.
PKS Tapos, JAKARTA - Ketua KPU Depok, Muhammad Hasan, terbukti melakukan penyalahgunaan kewenangan terkait pelaksanaan Pilkada Depok 2010.
Vonis bersalah Hasan tersebut diputuskan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), melalui sidang kode etik yang dipimpin Ketua DKPP, Jimly Asshidiqie.
DKPP juga menjatuhkan hukuman pemberhentian tidak hormat, karena Hasan terbukti menyalahgunakan kewenangan atau jabatannya dalam penetapan pasangan calon di Pilkada Depok 2010.
Seperti diketahui, KPU Depok menetapkan empat pasangan calon walikota dan wakil walikota. Padahal, seharusnya yang ditetapkan hanya tiga pasangan, karena satu pasang calon memiliki dukungan ganda.
Di sidang kemarin, juga terungkap bahwa DPC Partai Hanura Depok sah mendukung dua pasangan calon. Sedangkan undang-undang menyebutkan bahwa partai politik hanya boleh mencalonkan satu pasangan calon.
DKPP menilai Hasan melanggar peraturan KPU Pusat nomor 13 Tahun 2010 tentang pendoman tata cara pencalonan walikota dan wakil walikota dalam pilkada.
Menurut Jimly, hukuman pemecatan ini sebagai peringatan keras kepada semua penyelenggara pilkada. “Putusan ini sudah final, DKPP tidak terlibat dengan perihal lainnya. Putusan pemecatan ini sebagai peringatan kepada KPUD se-Indonesia untuk disiplin dalam bekerja," tegas Jimly kepada wartawan di Gedung Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, kemarin.
Dia menambahkan, putusan DKPP tidak berpengaruh terhadap hasil Pilkada Depok 2010. Pemecatan Muhammad Hasan bukan berarti walikota terpilih menjadi tidak sah.
"Meski DKPP memecat ketua KPUD Depok, bukan berarti walikotanya dianggap tidak sah,” terang Jimly.
Diungkap Jimly, sidang putusan digelar pada Senin (8/10) lalu. “Hasil sidang 8 Oktober lalu itu, DKKP akhirnya memutuskan memecat ketua KPU Depok, Muhammad Hasan, terhitung hari ini (kemarin). Dia terbukti melanggar kode etik dalam pilkada,” ujar Jimly.
Bungkam
Seusai mengikuti sidang DKPP, Kasubag Hukum KPU Depok, Achmad Oting, enggan memberikan komentar terkait pemecatan Muhammad Hasan.
“Maaf, saya nggak mau komentar, lagian saya nggak punya kapasitas untuk memberikan keterangan pers. Silahkan tanyakan langsung ke anggota komisioner,” ucap Oting.
Namun saat ditemui Monde, tiga anggota komisioner KPU Depok, yakni Impi Khani Badjuri, Udi bin Muslih, dan Abdul Hamid, juga menolak memberikan komentar.
“Kalo ditanya Hasan dipecat, ya saya jawab benar. Tapi kalau ditanya apakah semua anggota KPU Depok dipecat, saya jawab nggak benar,” timpal Impi di ruang kerjanya, kemarin.
Anggota komisioner yang cukup dekat dengan kalangan pers ini mengatakan, sejak pagi hingga sore, banyak wartawan yang menanyakan tentang hal ini.
“Banyak juga yang menelpon, tapi saya nggak jawab, karena belum siap untuk memberikan penjelasan. Lebih baik diam aja,” ujarnya.
Pernyataan senada disampaikan Udi bin Muslih. Anggota komisioner KPU Depok ini enggak berkomentar karena khawatir akan menimbulkan polemik, yang dapat berujung suasana tidak kondusif.
“Kami lebih memilih bersikap diam, karena kalau dikomentari malah menimbulkan polemik, padahal kami lagi konsentrasi pada urusan Pilgub Jabar,” demikian Udi.
Kabar sanksi pemecatan Muhammad Hasan sebagai ketua KPU yang direkomendasikan DKPP, juga diapresiasikan DPRD Kota Depok.
Ketua DPRD Depok, Rintis Yanto, menilai sanksi pemecatan ini sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan institusinya melalui rapat badan musyawarah (bamus) pada Senin (8/10) lalu.
“Dalam rekomendasi itu kami meminta semua anggota KPU Depok diberhentikan. Akan tetapi, dengan pencopotan ketua KPU sudah mewakili, makanya kami memberikan apresiasi soal keputusan ini,” tutur Rintis sambil berharap semua pihak menghargai keputusan ini dan mematuhinya.
Muhammad Hasan adalah komisioner KPU Depok ketiga yang diberhentikan. Sebelumnya Dewan Kehormatan KPU Jawa Barat memecat Tri Tjahja Wibawa karena terbukti sebagai anggota salah satu partai politik.
Sedangkan anggota KPUD Depok lainnya, Yoyo Effendi, juga diberhentikan pada Juni 2011 karena membolehkan masyarakat mencoblos dengan menggunakan KTP pada Pemilu 2009 dan kelalaian prosedur proses Pilkada Depok 2010.