| Oleh: Adi Andriana
Kita tahu PKS menjadikan Islam sebagai azas partainya, tapi apakah yang dibawa PKS itu baru, sebab ungkapan ‘agama PKS’ itu bisa diartikan bahwa PKS bawa agama baru, tapi mari kita lihat bersama-sama.
Hal-hal yang fundamental dalam agama islam yang
sudah kita hafal, bahkan sejak kecil, seperti rukun Islam dan rukun
Iman, rukun Islam misalnya adalah syahadat, sholat, zakat, puasa dan
haji.
Jika PKS membawa agama baru, pertanyaanya adalah;
apakah kita pernah temukan orang-orang PKS mengucapkan syahadat selain
yang kita kenal, apakah orang-orang PKS melakukan sholat selain daripada
yang kita kenal; misal PKS melakukan sholat maghrib 4 rakaat, apakah
PKS menunaikan zakat tidak seperti yang kita kenal, apakah orang-orang
PKS melakukan puasa selain di bulan ramadhan, apakah orang-orang PKS
menunaikan Haji selain ke Mekah.
Jika tidak ada satupun dari mereka yang melakukan
hal berbeda sebagaimana yang kita kenal, itu artinya, PKS tidak membawa
agama baru dalam Rukun Islam.
Dalam rukun Iman, apakah kita temukan orang-orang
PKS mengimani Allah bukan Tuhan mereka, apakah orang-orang PKS
mengimanai malaikat tidak sebagaimana kita imani, apakah orang-orang PKS
mengimani Rasul kita adalah Muhamad sebagaimana kita kenal, apakah
orang-orang PKS membaca Al-Quran bukan Al-Quran yang kita kenal.
Jika tidak ada satupun dari orang-orang PKS yang
mengimani berbeda dengan yang kita imani, itu artinya PKS tidak membawa
agama baru dalam Rukun Iman, ataukah ada definisi lain tentang agama,
yang membuat PKS dikatakan membawa ‘agama baru’.
Jika orang-orang PKS melakukan hal yang sama dengan
kita, itu artinya agama kita dan agama mereka tidak berbeda, kita sama
dengan mereka.
Tapi yang lebih tepat adalah, PKS membawa cara
keberagamaan yang baru, beda loh, antara agama dengan keberagamaan,
kalau keberagamaan adalah cita rasa seseorang terhadap agama, dan PKS
pun punya cita rasa tentang agama, PKS tidak merubah dan mengganti
agama, Apalagi membawa agama baru.
Dan dalam masalah cita rasa ini, kita mesti saling
menghargai dan saling toleransi antara satu dengan lainya, tidak saling
mengkafirkan atau merasa paling benar, walau sebuah cita rasa kadang
benar kadang salah sebab ada ruang-ruang kemanusiaan di sana.
Cita rasa bukan hal yang fundamental dalam agama,
jadi tidak ada masalah jika antara satu orang dengan lainya berbeda
dalam cita rasa, sebab cita rasa dibentuk oleh intensitas seseorang
terhadap agama, semakin sering intensitas seseorang dengan agama, ia akan punya cita rasa sendiri, dan itulah yang sering kita sebut dengan pengalaman spiritual.
Atau adakah orang yang ketika ia punya pengalaman
spiritual tapi kemudian menemukan orang yang punya pengalaman berbeda,
lantas ia mengatakan bahwa orang itu punya agama baru??
Pun bukankah kita tidak mengatakan orang yang
melakukan Qunut di waktu subuh sebagai orang yang membawa agama baru,
sebab kita tidak lagi di zaman Ahmad Dahlan ketika ia dikatakan membawa
agama baru saat tidak melakukan Qunut.
Pula bukankah dulu Imam Syafii pernah belajar
kepada Imam Malik, dan walaupun Imam Syafii berbeda dalam banyak hal
yang sifatnya tidak fundamental dengan Imam Malik, apakah Imam Malik
mengatakan Imam Syafii membawa agama, sama sekali tidak bukan.
Imam Malik hanya melihat cita rasa Imam Syafii
terhadap teks dan konteks saja yang berbeda, dan itu dihargai oleh Imam
Malik, bahkan yang dibawa oleh Syafii juga mengalami dua kali perubahan;
apa yang ia katakana di Irak berbeda dengan apa yang ia katakana di
Mesir; karena perbedaan konteks.