Dalam masalah tarik ulur kenaikan BBM sudah terbaca bahwa partai koalisi berusaha main dengan dua kaki terutama yang diperlihatkan Golkar. Menolak kenaikan BBM tapi kemudian mengusulkan penambahan pasal yang memberikan kewenang kepada Presiden menaikkan BBM dengan syarat. Usulan Golkar ini diterima sehingga menjadi ayat tambahan dalam pasal 7 Undang-undang Tentang APBN 2012.
Dengan suka cita Golkar merayakan kemenagna ini dengan sebuah pidato oleh Ketua Umumnya Aburizal Bakrie seolah-olah ingin mendahului Presiden SBY yang juga berpidato beberapa jam setelah itu. Inti isi pidato Aburizal adalah memuji-muji kadernya yang duduk di parlemen yang telah berhasil memecahkan kebuntuan dengan menghasilkan apa yang disebut pasal 6a tersebut.
Para pemikir Partai Demokrat tampaknya tidak bisa membaca peta situasi yang sudah berkembang sedemikian rupa yang kelihatannya tidak memungkinkan kenaikan harga BBM. Para ahli hukum Partai Demokrat juga tidak bisa melihat jauh kedepan bahwa pasal 6a itu lemah yang bisa berujung diuji di MK dan berpotensi sangat besar akan kalah sehingga kalau itu yang terjadi kewenangan untuk menaikkan harga BBM dengan sarat tertentu sebagaimana diamanatkan pasal 6a bisa dibatalkan yang berarti harga BBM tidak bisa dinaikkan tahun anggaran 2012.
Apabila BBM tidak bisa dinaikkan sementara harga-harga sudah naik yang tentu saja sulit diturunkan, maka yang paling bertanggung jawab atas situasi seperti ini pastilah Pemerintah dalam hal ini SBY termasuk di dalamnya Partai Demokrat sementara Golkar bisa berkipas-kipas.
Padahal, ketika terjadi kebuntuan dalam sidang paripurna DPR, sementara di luar gedung DPR dan ditempat-tempat lain diseluruh Indonesia terjadi demonstrasi besar-besaran yang menolak kenaikkan BBM seharusnya pada saat itu pak SBY seharusnya memperlihatkan kearifannya dengan cara segera berpidato di TV mengumumkan bahwa Pemerintah menarik kembali rencana kenaikan BBM. Apabila ini dilakukan, tidak pelak lagi citra SBY akan naik setinggi langit. Kesan selama ini pak SBY sebagai orang yang tidak tegas penuh keragu-raguan, akan pupus dengan beberapa kalimat saja yaitu “rencana kenaikan BBM dibatalkan!” Beres.
Tapi nasi sudah jadi bubur, pak SBY melewatkan kesempatan emas tersebut sementara kenaikan BBM hampir bisa dipastikan tidak bisa dilakukan sebab banyak ahli hukum mengatakan bahwa pasal 6a bertentangan dengan UUD-45 dan berpotensi di batalkan pada uji materi yang sudah diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra dan beberapa pakar hukum lainnya.
Akibat harga BBM tidak naik: Subsisidi BBM semakin membengkak karena harga Pertamaks naik sehingga pengguna pertamaks beralih ke Premium. Penimbunan BBM oleh para spekulan semakin marak. Harga-harga semabako yang sudah terlanjur naik, sulit diturunkan.
Itulah akibat kegagalan kenaikkan BBM yang harus ditanggung oleh Pemerintah SBY sekarang ini. Lalu Siapa penyebabnya? Siapa lagi kalau bukan Golkar yang semula setuju kenaikkan harga BBM lalu pada saat terakhir malah beralih menolak. Apabila Golkar konsisten kepada pendapat semula yaitu setuju kenaikan BBM maka BBM sudah naik tanggal 1 April.
Tapi mengapa hanya PKS yang disalahkan? Itulah kelihaian Golkar bermain politik yang sudah mengadali pak SBY dengan usulan ayat “setannya” yaitu ayat 6a.
( kompasiana)