Ombrill | praktisi televisi - penulis buku
"Broadcast Undercover"
Biasanya setiap
shooting ada hal tak terduga. Meski kecil, tetapi kita harus
mengantisipasi dan mencari solusi hal terduga ini. Masih ingat kisah
saya tentang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad yang
di hari-H batal datang shooting dan Produser langsung mencari
pengganti? Nah, kemarin malam, Produser saya mengalami kasus yang nyaris
sama.
“Aher
masih di Bekasi, mas. Kayaknya shooting bakal terlambat, nih. Tapi kita
diminta jangan nunggu lama-lama, karena studio mau dipake shooting
program lain,” ujar Yosi, salah seorang Produser program Ramadhan, melapor ke saya. Aher yang dimaksud Yosi tak lain adalah Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ahmad Heryawan.
“Tenang aja, nanti gue bilang ke Kepala Studionya,” ucap saya coba menenangkan.
Alhamdullillah, setelah ngobrol dengan Kepala Studio, shooting bisa bebas dilakukan. Program lain yang kata Yosi akan shooting di studio yang kita tempati, tidak jadi shooting. Namun, sang Gubernur dikabarkan oleh ajudannya masih cukup jauh. Buat saya, meski studio sudah bebas merdeka, bukan berarti shooting tertunda. Sebab, hal ini bakal menurunkan mood banyak orang, baik itu pemain, penonton, dan juga kru.
Buat saya Aher
menarik. Bukan karena pria kelahiran Sukabumi, Jabar, 19 Juni 1966 ini
menang mutlak saat pemilihan Gubernur Jabar lalu dan baru saja dilantik
buat menjadi kembali menjadi Gubernur bersama sang Wakil-nya Dedy
Mizwar, tetapi karena salah satu bintang di program Ramadhan yang kami shooting
kemarin adalah Diky Chandra. Aher adalah Gubernur, sementara Diky
adalah mantan Wakil Bupati Garut yang ogah dicalonkan jadi Bupati
periode 2013-2018 ini. “Siapa tahu pertemuan mereka bisa dijadikan lobi politik sehingga bisa mencairkan hati Diky menolak mentah-mentah jadi Bupati,” pikir saya. Oleh karena itu, Aher tidak perlu di-cancel selama dia masih on the way ke studio, tetapi harus dicari jalan keluar agar shooting tetap jalan selama Aher menuju studio.
“Kalo Diky dan kru sudah siap, biar shooting aja dulu, Yos,” ujar saya pada Yosi.
“Siap, mas!”
Program Ramadhan yang
tim kami buat terdiri dari tiga segmen. Seharusnya Aher sudah muncul di
segmen kedua akhir. Tujuannya di segmen akhir sebagai teaser atau pemberi daya tarik buat para penonton, agar mereka tetap menyaksikan program Ramadhan ini.
Shooting
pun berjalan. Segmen pertama berjalan dengan lancar. Sebelum
melanjutkan shooting segmen kedua, Produser meminta Program Director
(PD) mem-preview hasil rekaman segmen pertama. Preview memang wajib dilakukan. Sebab, jika terjadi kesalahan teknis atau ada dialog yang kurang tepat, kita bisa retake.
“Aher sudah di tol Slipi,” ujar ajudannya yang logat Sunda-nya kental sekali. Maklumlah, Aher kan Gubernur Jawa Barat, ajudan seorang Gubernur biasanya dari etnis yang sama.
Saya prediksi butuh waktu duapuluh menit tiba di lokasi shooting. Oleh karena itu, selagi Produser dan PD mem-preview materi taping
(hasil rekaman), saya sempat berdiskusi dengan Diky Chandra. Hasil
diskusinya, Aher tidak ditempatkan di segmen kedua akhir, tetapi
langsung muncul di segmen terakhir alias segmen ketiga.
“Yos, shooting jalan aja. Nanti Aher masuk di segmen ketiga,” perintah saya.
“Siap, mas!”
Saya
kalah cepat dengan Diky yang membantu membetulkan reciever clip on
Aher. “Kalo jadi Bupati, saya nggak bisa begini, nih,” ujar Diky. (foto:
dok @ombrill)
Alhamdulillah,
tak berapa lama kelar segmen kedua, Aher dikabarkan sudah tiba. Saya
dimohon oleh ajudannya buat menjemput Aher di lobi studio. Seperti biasa
dan Anda tahu di kisah-kisah sebelumnya, dengan senang hati, saya pun
menjemput pejabat dari Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat ini.
“Serasa pergi ke China, euy,”
ujar Aher begitu turun dari mobil Alphard warna putih.
Sebelum turun,
kakinya sempat diluruskan terlebih dahulu. Saya yakin, kaki dan badan
Gubernur terpilih periode 2013-2018 ini pegal-pegal dari Bandung menuju
Jakarta.
Tapi saya sempat berpikir sejenak, “Naik Alphard bisa pegal-pegal juga ya? Gimana naik bajaj Bandung-Jakarta ya? Mobil mahal ternyata nggak ngejamin kenyamanan…”.
Saya mengantarkan Aher menuju studio dan ruang VIP. Di ruang VIP inilah sang Gubernur “menyentil-nyentil” Diky yang keukeh ogah jadi Bupati. Diky pun sempat gantian “menyentil” Aher. Kebetulan ada satu moment, dimana Aher reciever clip on Aher yang sudah dipasangi oleh audioman menganggu. Sang Gubernur mencoba membetulkan reciever tersebut, tetapi tidak bisa. Diky pun membantu.
“Kalo saya jadi Bupati nggak mungkin bisa begini sama Gubernur, nih,” ujar Diky.
Kami pun semua yang ada di ruang VIP tertawa.
Shooting
dengan Aher relatif cepat. Tak ada retake. Semua menggalir dengan
lancar. Saya dan Produser pun puas.Seperti biasa, setelah kelar
shooting, ada photo session.
Sejumlah penonton, bahkan termasuk para pengisi acara dan kru minta
waktu Aher buat foto bareng. Kelar foto-foto dan ramah tamah, Aher pun
pamit. Namun sebelum pamit, Aher sempat menggoda Diky lagi.
“Sampai sekarang Diky ini masih didambakan banyak warga Garut,” ujar Aher sambil tersenyum.
“Didambakan atau didombakan, pak?”
goda Diky sambil cengegesan. Anda tahu kan domba itu khas Garut. Dengan
memberi imbuhan “di” + “kan”, mantan Wakil Bupati Garut zaman Aceng ini
bisa memplesetkan kata “didambakan”.
“Jadi gimana pak? Kita dorong jadi Bupati nggak nih, Pak?” kata saya memprovokasi, tetapi dengan nada becanda.
“Ayo bantu dorong lah,” ucap Aher.
“Jangan pak, nanti kecebur…”
Kami yang mendengar ucapan Aher tertawa lagi.
Salam dorong!